TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keberadaan pengadilan tindak pidana korupsi akan dievaluasi, menyusul penangkapan dua hakim pengadilan tipikor Semarang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK).
"Karena SDM hakim tipikor yang minimalis, maka tidak heran jika ada hakim-hakim tipikor yang rentan dan mudah dibeli dengan uang untuk memenangkan satu kasus. MA, pemerintah dan DPR menurut saya perlu mengambil insiatif untuk memikirkan apakah pengadilan khusus tipikor ini masih kita butuhkan. Sebab jika tetap berlanjut tanpa diimbangi hakim-hakim tipikor yang jujur, profesional dan berani, maka bisa diprediksikan pengadilan tipikor akan menjadi surga bagi pelaku korupsi. Komisi 3 juga sedang mengevaluasi keberadaan pengadilan tipikor," kata Wakil Ketua Komisi III DPR, Nasir Djamil kepada Tribunnews.com, Jumat(17/8/2012).
Nasir mengapresiasi penangkapan hakim tersebut oleh KPK, karena memang sejak awal rekruitmen hakim-hakim yang ditempatkan di pengadilan tipikor dinilai kurang ideal dan terkesan dipaksakan karena untuk memenuhi kebutuhan Undang-undang pengadilan tindak pidana korupsi.
Lebih jauh Nasir menambahkan ada beberapa alternatif untuk melakukan evaluasi adanya pengadilan tindak pidana korupsi. Salah satunya dengan membiarkan pengadilan tindak pidana korupsi tetap ada namun hakim-hakim yang berlatar belakang hitam dan bermasalah dipensiunkan dini.
"Sembari melakukan rekruitmen ulang dengan melibatkan KPK dalam proses seleksinya.. Atau kalau tidak ya dikembalikan ke PN,"jelasnya.
Sementara saat ditanya apakah Mahkamah Agung(MA) harus bertanggung jawab atas adanya penangkapan tersebut, Nasir meminta tidak hanya MA melainkan Komisi Yudisial(KY) juga secara bersama.
"Saya kira KY dan MA harus saling mengevaluasi agar kasus-kasus ini tidak terulang lagi,"pungkasnya.
Berita Terkait: KPK Tangkap Hakim