TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono memberikan pengampunan (grasi) terhadap terpidana perkara narkotika Deni Setia Maharwan.
Sindikat narkotika itu batal mendapatkan hukuman mati tetapi diganti dengan hukuman seumur hidup.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Denny Indrayana menjelaskan pertimbangan pemberian grasi Presiden tersebut terhadap Deni.
Pertama, presiden memiliki kewenangan konstitusional untuk pemberian grasi.
"Grasi merupakan hak prerogratif presiden. Dalam pasal 14 ayat 2 UUD 1945 presiden memberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung," kata Denny di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Kamis (18/10/2012).
Denny mengatakan, dalam mengeluarkan grasi, Presiden juga mempertimbangkan kemanusiaan. Pasalnya, berdasarkan hasil penelusuran, Deni Setia diketahui merupakan seorang PNS bawah yang terjerat utang dan dikejar debt collector. Dia juga merupakan istri seorang guru SMP.
"Dia juga tertangkap sebagai kurir narkoba atau korbannya. Bukan gembong atau produsen," kata Denny.
Selain itu, grasi yang diberikan kepada Deni hanya diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup. Bukan pengurangan masa hukuman.
Selanjutnya, kecenderungan dunia soal hukuman mati. Menurut Denny, ada beberapa fakta mengenai hukuman mati di dunia internasional.
Yaitu, 100 negara melarang hukuman mati untuk seluruh jenis kejahatan, tujuh negara melarang untuk kejahatan biasa, 42 negara tidak melakukan hukuman mati dalam kurun 10 tahun terakhir, lima negara menerapkan moratorium(pemberhentian sementara) hukuman mati.
"Nah, jadi hanya 44 negara yang masih menjalankan hukuman mati termasuk Indonesia," kata Denny.
Kemudian, lanjut Denny, presiden memberikan hukuman mati dengan sangat selektif.
Selama masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ada 126 permohonan grasi. Namun, hanya 19 yang dikabulkan yang terdiri dari 16 WNI, 10 di antaranya narapidana anak dan satu penderita tuna netra. Artinya, hanya delapan orang dewasa yang dikabulkan.
"Jadi 85 persen permohanan grasi ditolak," kata Denny.
Lebih lanjut Denny menerangkan, dalam memberikan grasi, presiden juga melaksanakan sesuai aturan.
Yakni, meminta pertimbangan Mahkamah Agung yang berdasarkan masukan dari Menkopolhukam, Kapolri, Jaksa Agung dan Menkumham.
Berita Terkait: Kasus Narkoba
- Asisten Staf Khusus Presiden Bantah Gunakan Narkoba
- Hasil Uji Balistik Kasus Novel Belum Keluar
- Polri : Temuan Fakta Soal Novel Jangan Diperdebatkan
- BNN: Belum Ada Penangkapan Asisten Staf Khusus Presiden
- Ini Alasan Sri Sultan Tak Ingin Jadi Gubernur Seumur Hidup
- Sri Sultan Ajukan Sehari Acara Syukuran