Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yogi Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kesempatan membela diri tak disia-siakan terdakwa suap Rp 3 miliar, Amran Abdullah Batalipu, saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di depan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (28/1/2013).
Jauh sebelum membahas materi penolakan atas tuntutan 12 tahun jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, bekas Bupati Buol ini mengawalinya dengan membacakan riwayat prestasi politiknya selama ini.
"Sebelum menjadi Bupati Buol, pada pemilu legislatif tahun 1999 saya terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Buol Tolitoli. Ketika itu Kabupaten Buol masih tergabung denga Kabupaten Tolitoli," ungkap Amran disaksikan ibundanya yang hadir di sidang.
Ia mengaku, sebagai Ketua DPRD sementara termuda, berjalan sebagai perintis pemekaran Kabupaten Buol yang berpisah dengan kabupaten induk yakni Kabupaten Buol Tolitoli. Setelah pemekaran, Amran didapuk Ketua DPRD Kabupaten Buol 2002-2004.
Jabatannya sebagai Ketua DPRD Kabupaten Buol berlanjut di periode 2004-2009. Di sini Amran kemudian mencalonkan Bupati Buol dari Golkar setelah direstui DPD I dan DPD II sebagai partai pengusung, dan terpilih secara langsung periode 2007-2012.
Selama menjadi orang nomor satu di Buol, Amran mengklaim berhasil untuk program prorakyat seperti pendidikan gratis 12 tahun, pelayanan bus sekolah gratis, bantuan seragam sekolah, tas dan buku bagi pelajar SD kurang mampu.
Selain itu, pengiriman anak-anak berprestasi kurang mampu belajar di pesantren setiap satu orang setiap desa. Hingga dalam setahun jumlah anak didik yang dikirim Kabupaten Buol sebanyak 103 orang.
"Juga pemberian bantuan biaya pendidikan bagi anak-anak yang melanjutkan pendidikan di fakultas kedokteran. Sehingga setelah selesai studi mereka akan kembali untuk meningkatkan pelayanan dan kualitas kesehatan masyarakat di Buol," tukasnya.
Dikatakannya, karena pencapaian 12 program prorakyat, Amran diganjar enam penghargaan selama menjadi Bupati Buol. Beberapa penghargaan diterima Amran langsung dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Penghargaan dari Presiden Republik Indonesia tentang bebas aksara di Kabupaten Buol Sulawesi Tengah, diterima pada 28 Desember 2008 di Bali, penghargaan tentang KTP dari akte kelahiran gratis yang diterima 17 Agustus 2009 di Istana Negara," sebut Amran.
Jaksa menuntut Amran 12 tahun penjara, dan denda RP 500 juta subsider enam bulan penjara karena terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam pasal 12 huruf a UU Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP, dakwaan pertama.
"Membayar uang pengganti Rp 3 miliar dengan ketentuan jika tidak bayar dalam kurun waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta benda dapat dilelang atau dipidana penjara selama 2 tahun," kata jaksa Iren Putri, (10/1/2013).
Amran dinilai terbukti menerima suap terkait pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan Siti Hartati Murdaya di Kabupaten Buol. Uang Rp 3 miliar didapatnya dari Yani Ansori, Gondo Sudjono, Arim, Totok Lestyo dan Siti Hartati Murdaya.
Pemberian itu dilakukan untuk menggerakan terdakwa agar menerbitkan surat-surat yang berhubungan dengan proses pengajuan ijin usaha perkebunan dan hak guna usaha terhadap tanah seluas 4.500 hektar atas nama PT CCM atau PT HIP.