TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Pada pemilu 2009 lalu, Partai Demokrat gencar melalui iklannya di televisi, 'Katakan tidak pada korupsi". Saat itu,beberapa tokoh iklan anti korupsi, mendapat suara signifikan, melenggang dengan mudah sebagai wakil rakyat di Senayan.
Demokrat menampilkan sejumlah kadernya, termasuk Anas. Semua berkata lantang, "Tidak!". Pada iklan itu, Anas menggerakkan kedua tangannya seolah menangkis "rayuan" korupsi. Kata-kata dalam iklan itu pun cukup lugas, "Gelengkan kepala dan katakan 'Tidak'. Abaikan rayuannya dan katakan 'Tidak'".
Tak hanya Anas, Andi Mallarangeng juga membintangi iklan itu. Andi kini berstatus tersangka dalam kasus yang sama, dugaan korupsi proyek Hambalang. Seorang lagi kader Demokrat, Angelina Sondakh, yang turut membintangi iklan "Katakan tidak pada korupsi" pun tersandung kasus hukum.
Ia kini berstatus terpidana. Angie dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dalam kasus suap proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional.
Sekitar hampir dua tahun lalu, saat mantan Bendahara Umum Demokrat M Nazaruddin terjerat kasus korupsi, sindiran kepada Demokrat terus dilayangkan. Perilaku korup sejumlah kadernya dianggap tak sejalan dengan apa yang selama ini didengungkan.
Bahkan, Peneliti Centre for Strategic of International Studies (CSIS) J Kristiadi, mengatakan, Demokrat sebaiknya mengganti slogan itu dengan "Tobat korupsi".
"Tobat korupsi saja. Tagline-nya kita tobat untuk korupsi," ujar Kristiadi, Kamis (20/12/2012), di Jakarta.
Anggota Dewan Pembina PD Melanie Leimena, mengatakan, partainya akan tetap mengusung jargon antikorupsi pada Pemilu 2014 mendatang.
"Jargon itu saya rasa tetap akan kami gunakan ke depan. Justru Demokrat konsisten mendukung pemberantasan korupsi itu," kata Melanie, Jumat (21/12/2013).
Kini, setelah salah satu "nahkoda"-nya justru tersandung kasus korupsi. Jumat (22/2/2013), Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam kasus Hambalang.
Ia diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan kewenangannya sebagai anggota DPR 2009-2014.
Sebelum menjadi ketua umum, Anas adalah Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR. Anas tidak hanya diduga menerima pemberian hadiah terkait perencanaan, pelaksanaan, dan pembangunan pusat olahraga Hambalang, tetapi juga terkait proyek-proyek lain.