TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan proses operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan terhadap Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung, Setyabudi Tejocahyono (SET), Jumat (22/3/2013) siang tadi. Penangkapan diduga karena praktik penyuapan dalam pengurusan putusan rendah perkara dugaan korupsi Bansos di PN Bandung.
Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan pihaknya sudah mengamati pergerakan A (swasta) sesaat sebelum memberikan uang kepada Setyabudi di ruangannya.
"Jadi satu jam sebelum OTT, tim mengikuti pergerakan A dan A datang ke PN menggunakan mobil yang di parkir di luar PN. Setelah itu dia berputar-putar sebelum memasuki ruang SET," kata Johan berecerita kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (22/3/2013) malam.
Setelah itu lanjut Johan, A masuk keruangan SET. Selang beberapa waktu, saat A keluar, barulah petugas KPK menangkap A.
Namun tidak langsung menggelandang A, melainkan mengajaknya masuk kembali keruang SET.
"Dari ruangan tersebut, petugas mengamankan uang Rp 150 juta yang dibungkus kertas koran," kata Johan.
Sementara itu, petugas juga menemukan uang Rp 100 juta di dalam mobil A yang ikut disita bersamaan dengan mobil A jenis Avanza.
Usai mengurus SET dan A, tim KPK yang lain bergerak menuju kantor Pemerintah Kota Bandung untuk menangkap pihak lain yang diduga terlibat.
"Mereka adalah HNT dan juga PPG," kata Johan.
HNT adalah Hery Nurhayat PLT kepala Dinas DPKAD. Sedang PPG adalah Pupung, bendahara dinas DPKAD Pemkot Bandung.
Keduanya ditangkap petugas di ruangan masing-masing tanpa perlawanan.
Meski begitu, Johan belum mengetahui apa peran kedua pejabat pemkot Bandung tersebut dalam praktik suap terhadap Hakim Setyabudi.
Keempatnya sudah digelandang ke KPK secara bergiliran. Setelah SET dan A tiba sekitar pukul 18.00 WIB. Sementara PPG dan HNT tiba belakangan bersama salah seorang petugas keamanan PN Bandung yang menjadi saksi mata dalam ott.
"KPK mempunyai waktu 1x24 jam untuk menentukan status keempatnya," kata Johan.
Kronologi Penangkapan Wakil PN Bandung
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger