Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Feryanto Hadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Ormas yang saat ini sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan pemerintah, dinilai justru akan mematikan semangat berkumpul dan berorganisasi di kalangan masyarakat.
Alih-alih untuk mencegah tindakan kekerasan dan anarki yang dilakukan beberapa ormas tertentu, justru kemunculan RUU ormas ini akan membatasi wadah berkumpul dan beraktifitas melalui persyaratan pendaftaran ketat dan sanksi. Hal ini, berpotensi mengganggu kehidupan demokrasi yang sudah dan sedang dibangun di Indonesia.
Demikian disampaikan Wahyu Wagiman selaku Deputi Direktur Pembelaan HAM untuk Keadilan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), kepada Wartakotalive.com di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2013).
Menurut dia, jika memang ada ormas yang dianggap anarkis dan membahayakan, pemerintah seharusnya melakukan penegakan hukum terhadap para pelaku ormas tersebut, bukan dengan cara merancang sebuah aturan yang justru merugikan banyak ormas lain yang selama ini punya peran besar dan berkontribusi di sosial masyarakat.
"Kan sudah ada aturannya, siapa yang berbuat anarkis, harus dilakukan penegakan hukum. Di situ juga disebutkan adanya sanksi yang akan dijatuhkan terhadap ormas jika melakukan kekerasan. Jangan malah merubah Undang-undangnya," ujar Wahyu.
Wahyu menilai, meningkatnya tindak kekerasan dan anarki selama lebih dari 10 tahun terakhir, tidak dapat dijadikan pembenaran untuk menertibkan Undang-undang tentang Ormas.
"Tindakan tegas terhadap para pelaku anarkisme massa merupakan salah satu hal yang harus dilakukan untuk menunjukkan bahwa negara ada serta membuktikan bahwa hukum bisa ditegakkan," kata dia.
"Sedangkan fenomena tindakan main hakim sendiri dan ekspresi anarkisme dalam masyarakat selama 10 tahun terakhir bukan merupakan alasan yang diterima secara hukum. Maraknya kekerasan dan ormas tidak berkorelasi secara langsung dengan kebutuhan untuk merevisi terhadap UU Ormas," imbuh Wahyu.