Tribunnews.com, Kupang — Keluarga empat orang korban penembakan yang terjadi di sel 5A blok Anggrek Lembaga Pemasyarakataan Cebongan, Sleman, Yogyakarta menolak kesimpulan awal tim investigasi internal Tentara Nasional Indonesia. Peristiwa penembakan terjadi pada Sabtu (23/3/2013) dini hari.
"Kami keluarga korban pembantaian di LP Cebongan menolak kesimpulan awal tim investigasi internal TNI bentukan KSAD yang disampaikan pada 4 April 2013. Kami menilai kesimpulan tersebut hanyalah bagian dari rekayasa TNI menutupi skenario pembantaian dan untuk menutupi jaringan pelaku yang lebih luas," kata juru bicara keluarga empat orang korban, Viktor Manbait, kepada Kompas.com, Sabtu (6/4/2013).
Menurut Viktor, kesimpulan itu mencerminkan sikap para pimpinan TNI yang tidak kesatria, menolak pertanggungjawaban komando dengan mengorbankan prajurit tingkat rendah untuk menutupi motif peristiwa sesungguhnya. "Sejak awal, kami keluarga korban menolak keberadaan tim investigasi internal ini, para pimpinan TNI seperti Pangdam IV Diponegoro telah terlibat rekayasa sejak awal peristiwa ini. Delapan poin kesimpulan tersebut menunjukkan rekayasa yang secara sistematis dilakukan oleh Tim 9 dengan merekonstruksi peristiwa secara tidak utuh dan tendensius," beber Viktor.
Viktor mengatakan, Tim 9 telah berkesimpulan bahwa empat korban yang merupakan tahanan titipan di LP Cebongan adalah pelaku pembunuhan terhadap anggota Kopassus Serka Heru Santoso pada 19 Maret 2013 di Hugo's Cafe. Kesimpulan ini menunjukkan begitu rendahnya profesionalisme Tim 9 bekerja dengan menggenalisasi tindakan dan peran tiap-tiap pelaku yang menyebabkan kematian Almarhum Heru Santoso.
"Kesimpulan pertama yang disampaikan ini merupakan rekayasa dengan menyebut kasus di Hugo's Cafe sebagai peristiwa pembunuhan. Faktanya pada 19 Maret 2013 adalah perkelahian antara salah satu korban dengan dua rekan Alm Heru Santoso," kata Viktor yang didampingi tiga orang wakil keluarga lainnya, yakni Yani Rohi Riwu (keluarga korban Gamaliel Yermianto Rohi Riwu), Albert Yohanes (keluarga korban Hendrik Benyamin Sahetapy Engel), dan Yohanes Lado (keluarga korban Adrianus Chandra Galaja).
Karena itu, kata Viktor, pihak keluarga meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku kepala pemerintahan dan Panglima Tertinggi TNI untuk segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mengusut secara tuntas peristiwa LP Cebongan sampai membawa seluruh pelaku ke pengadilan Hak Asasi Manusia.
"Selain itu, keluarga juga meminta Presiden SBY memerintahkan Panglima TNI dan Kepala Kepolisian RI untuk menyerahkan seluruh proses penyelidikan kepada TGPF yang terbentuk," kata Viktor.