TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Pegawai Negeri Sipil di Ditjen Pajak Gayus Halomoan Tambunan, narapidana kasus penggelap pajak Korupsi dan pencucian uang, kembali menyita perhatian publik.
Setelah terbukti di Pengdilan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dirinya menyuap petugas Rutan Mako Brimob untuk keluar masuk dengan bebas saat di menjalani penahanan disana, kini ada peristiwa baru menyangkut Gayus saat menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakan Sukamiskin Bandung. Diketahui bahwa keluarga Gayus membeli rumah di depan LP tersebut.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda menilai pembelian rumah oleh keluarga Gayus adalah hal wajar.
Namun, terang dia, jika ada potensi munculnya tindak pidana terkaitnya pembelian rumah itu, sebaiknya, Gayus di pindahkan di lembaga pemasyarakatan yang lebih ketat lagi untuk pengawasannya.
"Pertama yang membeli mertua GT (Gayus Tambunan), jadi secara hukum tidak bisa dikatakan dibeli yang bersangkutan. Kedua, kalau dikhawatirkan akan disalahgunakan, sehubungan GT juga menjalani pidana di dekat rumah itu, sebaiknya GT dipindahkan ke Lapas lain, semisal di LP Nusakambangan," kata Chairul Huda saat berbincang dengan Tribunnews.com, Minggu (14/4/2013).
Selain itu, Chairul juga menyarankan agar pejabat hukum yang berwenang dapat menelusuri asal usul harta Gayus. Mengingat, Gayus merupakan narapidana Pencucian uang, yang sebelumnya dalam putusan majelis Hakim Tipikor hampir seluruh hartanya dirampas untuk negara.
"Jadi perlu ditelusuri, apakah uang yang digunakan mertua GT terkait dengan ybs, pada dasarnya semua kekayaan GT yang terkait tindak pidana, seharusnya dirampas degan putusan hakim," kata Chairul.
Diketahui, pada 1 Maret 2012, Gayus Tambunan divonis bersalah Pengadilan Tipikor dalam empat dakwaan.
Dalam dakwaan pertama, Gayus terbukti melanggar Pasal 12 huruf B ayat 1 dan 2 junto Pasal 65 ayat 1 KUHP, karena menerima suap senilai Rp 925 juta dari Roberto Santonius, konsultan pajak PT Metropolitan Retailmart terkait kepengurusan keberatan pajak perusahaan tersebut.
Pada dakwaan kedua, Gayus terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang Undang Nomor 20 tahun 2001. Soalnya, pada Juni 2010, Gayus menerima gratifikasi berupa uang sebesar 659.800 dollar AS dan 9,6 juta dollar AS selama menjadi petugas penelaah keberatan pajak. Penerimaan itu tidak dilaporkan ke KPK, melainkan disimpan di safe deposit box Bank Mandiri Kelapa Gading.
Dalam dakwaan ketiga, Gayus terbukti melanggar ketentuan Pasal 3 ayat 1 huruf a Undang Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Soalnya, dia menempatkan harta kekayaan berupa uang Rp 925 juta, 3,5 juta Dolar Amerika Serikat, 659.800 Dolar Amerika Serikat, 9,6 juta Dolar Singapura dan 31 keping logam mulai masing-masing 100 gram, yang diketahui merupakan hasil tindak pidana.
Pada dakwaan keempat, Gayus terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang Undang Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, karena memberikan uang suap kepada sejumlah petugas Rumah Tahanan Negara Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat pada tahun 2010, termasuk kepada Kepala Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Kompol Iwan Siswanto.
Majelis Hakim memvonis Gayus Halomoan Tambunan selama enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar, subsider empat bulan penjara. Selain itu pengadilan juga memutuskan harta Gayus bernilai di atas Rp100 miliar dirampas untuk negara. Sementara saat ditingkat Banding, Majelis Hakim Pendilan tinggi DKI Jakarta memberatkan vonis Gayus menjadi 8 tahun dan memperberat dendanya.
Kedati sudah vonis, negara melalui pejabatnya yang berwenang, terang Chairul, masih bisa menyita harta Gayus yang terindikasi berasal dari tindak pidana melalui jalur hukum perdata.
"Jika masih ada lagi (harta Gayus), negara bisa menyita dalam rangka keperdataan, karena hal itu diduga terkait tindak pidana," kata Chairul yang juga merupakan Ketua Tim Ahli Hukum Pidana Kapolri tersebut.
Begitu juga dengan pembelian rumah mewah yang saat ini menjadi sorotan publik. Menurut Chairul, hal itu bisa saja disita negara jika ditemukan bukti adanya penyamaran asal usul Harta Gayus.
"Kalau pembelian rumah itu dalam rangka menyamarkan asal usul kekayaan GT, maka ini pun seharusnya disita, karena diduga hasil tindak pidana," kata Chairul Huda.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara tak sengaja sempat mendatangi kediaman Dayu Permata, yang tak lain adalah ibu Milana Anggraeni alias Rani atau ibu mertua Gayus, di Jalan Pacuan Kuda 22A, persis di depan Lapas Wanita Sukamiskin, Kamis (11/4/2013).
Semula penyidik KPK datang ke lokasi tersebut hendak menginventarisasi aset milik Toto Hutagalung, tersangka kasus suap hakim Setyabudi Tejocahyono, sebesar Rp 150 juta. Namun, ternyata rumah milik Toto yang berdiri di atas tanah seluas 743 meter persegi itu sudah pindah tangan dan dibeli oleh Dayu, ibu mertua Gayus, seharga Rp 850 juta.
Menurut penelusuran Tribun Jabar (Tribunnews.com Network) di lapangan, bukan hanya ibu mertua Gayus ternyata yang memiliki rumah yang lokasinya tak jauh dari lapas Sukamiskin. Istri Gayus, Milana Anggraeni alias Rani, juga menempati sebuah rumah di kawasan perumahan elite dekat Lapas tersebut.