TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPD RI La Ode Ida mengatakan DPD RI akan mengevaluasi sekaligus mengkaji perlunya mengidentifikasi seluruh perusahaan yang ada di seluruh Indonesia secara transparan.
“Tak masuk akal ada perusahaan di sekitar Ibu Kota Jakarta, ternyata mempraktekkan perbudakan buruh. Anehnya lagi, Pemkab dan Pemkot Tangerang sendiri tidak tahu. Padahal, perbudakan ini sudah menginternal antara perusahaan dengan oknum aparat, dan mungkin aparatur negara di sana,” kata La Ode dalam tak show ‘Perbudakan dan Ketenagakerjaan’ bersama Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, dan Sonny Harry B. Harmadi pakar Demografi/Ekonom UI di Gedung DPD/MPR RI Jakarta, Jumat (10/5/2013).
La Ode menilai pimpinan perusahaan Tangerang, yang terbukti memperbudak dan mengeksploitasi buruh itu memiliki kelainan jiwa. Sebab, dalam kunjungannya ke lokasi pabrik kuali beberapa waktu lalu itu, pihaknya bersama anggota DPD RI menemukan bukti ketidaklayakan tempat untuk bekerja. Tempat kerja dan tenpat tinggalnya, berikut makannya jelas tidak layak, tidak manusiawi, dan makin menegaskan bahwa pemiliknya adalah orang sakit jiwa.
“Apalagi perusahaan ini sudah berlangsung lama, atas bekingan oknum aparat. Jadi, perusahaan ini ilegal dan produk-produk kuali dan semacamnya sudah beredar di masyarakat. Jangan sampai kasus ini menjadi gunung es, di mana masih banyak perusahaan di Jabodetabek ini yang mengeksploitasi buruh,” katanya.
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menegaskan jika aturan atau regulasi ketenagakerjaan di Indonesia, masih mendukung praktek perbudakan dan eksploitasi tenaga kerja Indonesia (TKI) di dalam maupun luar negeri. Buktinya, selain ada di Tangerang, juga sudah berpuluh-puluh tahun perbudakan itu terjadi di Arab Saudi, Malaysia, dan negara lainnya.
“Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi TKI itu justru membuka praktek perbudakan. Perusahaan dan majikan itu masih melihat dan menyikapi pekerja itu dengan perspektif lama-perbudakan,” ujar Anis.
Menurut Sonny, terdapat 180 juta pekerja informal di Indonesia dan mereka ini rawan perbudakan selama tidak ada perlindungan hukum. “Pekerja dan buruh itu harus dilindungi dengan regulasi formal. Jadi, pemerintah dalam hal ini Kemenakertrans tak boleh lepas tangan,” katanya.