TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik mengatakan, pihaknya akan merespons dan mengoreksi kinerja KPU provinsi dan KPU kabupaten/Kota, yang menerapkan aturan berbeda pada tahap pencalonan.
Menurutnya, pemenuhan persyaratan pengajuan calon dan syarat bakal calon, harus tetap mengacu pada undang-undang, dan pemberlakuannya sama di seluruh Indonesia.
Husni menyampaikan hal tersebut untuk merespons keluhan sejumlah anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang disampaikan oleh anggota Komisi II DPR, dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Kamis (17/5/2013) malam.
RDP membahas daerah pemilihan (dapil) dan verifikasi administrasi bakal calon anggota legislatif (bacaleg). Misalnya, kata Husni, surat keterangan pengganti ijazah bagi bakal calon yang ijazahnya hilang atau musnah.
Banyak bacaleg yang hanya menyertakan surat yang menerangkan status kehilangan dan kebenaran, bahwa yang bersangkutan benar telah tamat sekolah. Tapi, tidak menerangkan surat tersebut sebagai pengganti ijazah.
“Statusnya tetap tidak memenuhi syarat, karena judul dari suratnya tidak menjelaskan keterangan pengganti ijazah yang berpenghargaan sama dengan ijazah,” terang Husni.
Untuk pemenuhan syarat kesehatan, lanjut Husni, KPU tetap mengacu pada undang-undang, yakni diperbolehkan dari puskesmas, dokter umum, dan rumah sakit pemerintah yang memenuhi syarat, dan disertai surat keterangan bebas narkoba.
“Tapi, masih ada bacaleg yang hanya menerangkan sehat jasmani, sementara tidak ada keterangan sehat rohani atau hanya menyertakan fotokopinya saja,” tuturnya.
Begitu juga untuk keterangan bebas narkoba, masih ada bacaleg yang hanya melampirkan hasil laboratorium, tanpa dilengkapi surat keterangan bebas narkoba dari dokter yang berwenang.
Untuk formulir BB-8 yang menyatakan kesediaan tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara, tetap wajib diisi semua bacaleg.
“Kami menerapkan asas kehati-hatian, karena KPU tidak mengetahui latar belakang pekerjaan semua bacaleg,” ujarnya.
Untuk penggantian nama, papar Husni, harus tetap melalui pengadilan. Sepanjang tidak ada keputusan pengadilan, maka penggunaan nama dalam daftar calon tetap (DCT) mengacu pada nama yang tertera dalam KTP.
Husni juga mengingatkan partai politik untuk memastikan status bacalegnya, yang pencalonannya ganda atau terindikasi ganda.
“Jika diajukan lagi, KPU akan memberinya status tidak memenuhi syarat (TMS) dan nama bacaleg tersebut, tidak akan dimunculkan dalam daftar calon sementara (DCS),” jelasnya.
Partai politik, urai Husni, pada masa perbaikan DCS, masih dapat menyerahkan surat keputusan pemberhentian dari lembaga/instansi sebagai lampiran BB-4, BB-5, dan BB-7, atau surat keterangan bahwa pengunduran diri yang bersangkutan sedang diproses.
Partai juga dapat mengganti calon yang dinyatakan tidak memenuhi syarat, akibat masukan dan tanggapan dari masyarakat dengan nomor urut yang sama. Begitu juga dengan calon perempuan yang mengundurkan diri, jika pengunduran diri yang bersangkutan mengakibatkan tidak terpenuhinya syarat minimal keterwakilan perempuan.
Komisi II DPR mengapresiasi kinerja KPU dalam penyelenggaraan tahapan pemilu, terutama dalam tahap verifikasi bakal calon. Komisi II berharap KPU memastikan bahwa semua persyaratan bakal calon dipenuhi bacaleg, terutama yang terkait surat pengunduran diri kepala daerah, wakil kepala daerah, PNS, TNI/Polri, dan kepala desa. (*)