TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Mabes Polri dan Polda Papua menangkap paksa anggota Polres Raja Ampat, Aiptu Labora Sitorus, yang menjadi tersangka penimbunan BBM, penyelundupan kayu, dan tindak pidana pencucian uang, di Jakarta, pada Sabtu (18/5/2013) malam.
Kasus ini menjadi sorotan publik setelah Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) melansir temuannya, bahwa seorang anggota Polri berpangkat Aiptu tersebut melakukan transaksi keuangan mencurigakan selama lima tahun terakhir hingga Rp 1,5 triliun. Total transaksi di rekening Labora itu diduga terkait bisnis kayu PT Rotua dan bisnis migas PT Seno Adi Wijaya.
Labora sendiri membantah kedua perusahaan itu miliknya.
Menurutnya, kedua perusahaan itu adalah milik istri dan dikelola oleh keluarga besarnya. Namun, ia mengakui sejumlah rekening pribadinya menjadi tempat penampungan dana kedua perusahaan itu. Dan pemasukan dana ke rekening Labora dalam sebulan bisa mencapai puluhan miliar rupiah.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar, seorang anggota Polri terikat sejumlah peraturan dan perundang-undangan, termasuk Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. "Kalau dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2, ada hal-hal yang dilarang anggota Polri," kata Boy.
Larangan bagi anggota Polri itu, di antaranya dilarang berbisnis dengan pihak luar demi keuntungan pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf d PP Nomor 2 Tahun 2003.
Pasal tersebut berbunyi, "anggota Polri dilarang bekerjasama dengan orang lain di dalam atau di luar lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara."
Di dalam PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri, juga mengatur anggota Polri dilarang bertindak selaku perantara atau calo bagi pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan di lingkungan kerja Polri dan dilarang memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya.
"Misalnya saya ada pengadaan proyek barang jasa, kemudian perusahaan saya ikut, itu tidak boleh, itu dilarang oleh Peraturan Pemerintah itu," jelas Boy.
(Abdul Qodir)