TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meskipun diprotes sejumlah kalangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya menerima penghargaan 2013 World Statesman Award dari Appeal of Conscience Foundation (AoCF) di Garden Foyer, Hotel The Pierre, New York, Amerika Serikat, Jumat (31/5/2013), waktu Indonesia.
Ketua Setara Institute Hendardi dalam rilisnya mengatakan memberi dan menerima itu adalah hak dan jelas tidak bisa dihalang-halangi.
"Namun, sebagai pejabat publik, di mana penghargaan tersebut berhubungan dengan kinerjanya sebagai Presiden RI, SBY semestinya tidak terlalu mudah menerima sebuah penghargaan," kata Hendardi.
Menurut dia penghargaan diperoleh SBY tidak berbanding lurus dengan kinerja yang dilakukannya terkait pemajuan kebebasan beragama dan berkeyakinan justru telah mencoreng wajah Indonesia.
Dia menilai SBY terlalu gemar menerima penghargaan inilah yang harus menjadi bahan koreksi dan introspeksi para pejabat publik.
"Penghargaan tersebut tidak akan banyak manfaat untuk Indonesia dan diplomasi politik luar negeri Indonesia," kata dia.
Menurut Hendardi ini justru merupakan tamparan bagi korban pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan serta kelompok minoritas lainnya.
"Kekhawatiran justru muncul, bahwa penghargaan ini akan menjadi alat proteksi bagi SBY atas kelemahan kinerjanya dalam pemajuan kebebasan beragama dan berkeyakinan dan pemajuan HAM pada umumnya," kata Hendardi.