TRIBUNNEWS.COM JAKARTA – Putusan Jaksa Penuntun Umum (JPU) berdasarkan Berita Acara Pemeriksaaan terhadap kasus dugaan korupsi frekuensi 2,1 GHz atau 3G PT Indosat-IM2 menuai kecaman kalangan pakar hukum.
Salah satu kecaman berasal dari Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Erman Rajaguguk. Menurutnya tuntutan JPU kacau, ini kan permasalahan teknis,
Dengan hanya menggunakan BAP, berati JPU kata Erman , Selasa (4/6/2013) telah mengabaikan para saksi ahli yang sudah memaparkan keilmuan teknis dari A hingga Z dipersidangan.
Erman mengingatkan, jaksa punya latar belakang ilmu sebagai sarjana hukum, tidak kompeten jika hanya menggunakan logikanya sendiri dalam mengungkap kasus di bidang teknologi.
“Sarjana hukum jangan sok tau, mereka harusnya ikut apa kata sarjana teknologi, kerjasama Indosat dan IM2 itu secara teknologi sudah benar, dalam kerjasama itu IM2 menyewa jaringan Indosat, dan frekuensi secara teknologi sudah termasuk dalam jaringan, jadi apa yang salah? " ujarnya.
Senada hal itu, pakar hukum senior yang juga mantan Hakim Agung, Benyamin Mangkudilaga, menegaskan, semestinya yang menjadi dasar tuntutan adalah fakta-fakta persidangan. Pasalnya, BAP hanya digunakan sebagai acuan apakah kasus tersebut layak disidangkan.
“BAP adalah dasar pemeriksaan persidangan, sedangkan persidangan menjadi dasar tuntutan dan putusan hakim,” ungkapnya.
Benyamin berpendapat, walaupun JPU bertugas mengajukan bobot hukuman kepada hakim, namun jika minim fakta pendukung, semestinya jangan dipaksakan. Jaksa bisa menerapkan terobosan dengan mengajukan tuntutan bebas kepada terdakwa.
“Kalau menurut hukum dan keyakinan bebas, ya mesti bebas,” ungkapnya.
Sementara itu, Luhut M Pangaribuan penasehat hukum terdakwa menilai langkah Jaksa ini hanya untuk mengelabui hakim dan publik bahwa ada fakta-fakta hukum yang bisa menjerat terdakwa bersalah. Padahal, belasan saksi yang diperiksa dihadapan Hakim sejak Januari lalu hingga saat ini, hampir seluruhnya melemahkan dakwaan pasal korupsi .
"Ini pertama dalam sejarah hukum negeri ini, jaksa mengajukan fakta diluar fakta pemeriksaan persidangan, jaksa jelas mengada-ngada," ungkap Luhut MP Pangaribuan.
Sementara itu Indar merasa ada yang janggal dalam tuntutan tersebut. Indar menilai jaksa sudah buru-buru menggunakan asas praduga bersalah sejak awal sehingga apapun hasilnya Jaksa tetap menghukum.
"Ada sidang tapi seperti tak pernah ada sidang bila jaksa akhirnya memakai bukti di BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Semua tahu kalau BAP itu di bawah tekanan. Lalu apa gunanya persidangan selama 6 bulan ini bila akhirnya jaksa tidak memakai fakta-fakta yang ada di dalamnya," keluhnya.