News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rusuh TKI di Jeddah

Rieke: Pemerintah SBY Tak Mampu Tangani TKI Ovestayer di Saudi

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Gusti Sawabi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rieke Dyah Pitaloka

Tribunnews.com, JAKARTA-- Anggota Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka menilai insiden di KJRI Jeddah, menunjukkan pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak mampu menanggani TKI overstayer yang jumlahnya sekitar 40 ribu orang.

Apalagi, pemerintah Saudi telah memberikan kemudahan dengan mengumumkan kebijakan amnesty bagi warga negara asing yang overstayer atau kabur dari majian yang dimulai dari 11 Mei hingga 3 Juli 2013.

"Pemerintah SBY tak punya strategi. Ketika pemerintah Saudi memberikan kemudahan, pemerintah SBY tidak memanfaatkan dengan serius, lagi rakyat jadi korban," tegas dia saat konferensi pers di pressroom Gedung DPR, Jakarta, Senin (10/6/2013).

Lebih lanjut kata Politisi PDI-Perjuangan ini, insiden yang terjadi di KJRI Jeddah dipicu akibat lambannya pelayanan dan beberapa hal yang mengecewakan yang terjadi.

Lanjutnya, di kala puluhan ribu WNI/TKI yang tinggal di Saudi tanpa dokumen resmi, mengutus amnesty, disayangkan kesempatan ini diresponm sangat lamban oleh pemerintah Indonesia. Yakni loket pengurusan dokumen hanya dibuka di KBRI Ryadh dan KJRI Jeddah.

Akibatnya, imbuhnya, KJRI Jeddah didatangi puluhan ribu TKI yang tidak hanya berasal dari Jeddah, namun dari wilayah lain seperti Makkah, Madinndah, Taif, Khamis, Musaid, Najran, Baha, Tabuk dan Jizan.

Bahkan, di KJRI Jedaah loket yang dibuka hanya 12 loket, dengan jumlah petugas yang melayani hanya 200 petugas. Selain itu, imgrasi juga hanya memberikan pelayanan bagi TKI yang ingin pulang hanya pada hari Rabu dan per minggu dijatah untuk melayani 200 orang saja. Padahal banyak TKI overstayer yang sebetulnya ingin pulang ke tanah air.

Belum lagi persoalan lain, status surat perjalanan laksana paspor/ paspor sementara (SPLP) yang dikeluarkan perwakilan Indonesia di Saudi tidak jelas manfaatnya.

"Biasanya SPLP digunakan bagi yang dideportasi. Imigrasi Saudi menyatakan SPLP tidak bisa digunakan, dan meminta dokumen dan data TKI yang lama. Padahal, sebagaian besar TKI itu tidak punya. Karena biasanya dokumen mereka dipegang majikan," ujarnya.

Apalagi, dengan insiden "kerusuhan" yang terjadi Minggu sore, maka pelayanan dihentikan sementara. Tentu ini akan menimbulkan permasalahan karena tenggat waktu yang ditetukan pemerintah Saudi kurang dari satu bulan lagi, yakni berakhir pada 3 Juli mendatang.

Bila ini terjadi, maka menurutnya, ratusan ribu orang tidak dapat mengakses kesempatan amnesty tersebut. (Andri Malau)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini