TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pascameninggalnya Taufiq Kiemas, muncul pertanyaan siapa penyambung lidah Istana dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap sikap politik PDI Perjuangan, khususnya Megawati Soekarnoputri.
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego menilai selama ini sosok Hatta Rajasa adalah penyampai pesan Istana untuk Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati, tapi lewat sosok Taufiq, suaminya.
"Itupun Hatta hanya bisa efektif dengan Taufiq karena sedaerah. Paling tidak figur Hatta sebagai ice breaker, pemecah kesunyian. Pihak PDI Perjuangan saya belum melihat penggantinya," ujar Indria di sela diskusi di Hotel Ambhara, Jakarta, Selasa (11/6/2013).
Setelah Ketua MPR RI itu tiada, posisi PDI Perjuangan kini total terpusat di tangan Megawati. Kemungkinan besar tak ada orang PDI Perjuangan yang berani memosisikan atau setipikal dengan Taufiq dalam kancah politik.
Memang di antara kader PDI Perjuangan, Indria melanjutkan, sosok Tjahjo lebih dekat dengan karakter Taufiq. Latarbelakang Tjahjo pernah di partai Golkar membuat pertemanan politiknya lebih luas dan mudah masuk kemana saja.
Dengan meninggalnya Taufiq, menjelang satu tahun terakhir Pemerintahan SBY-Boediono, konstelasi politik menyoal hubungan panas dingin dengan partai berkuasa tidak relevan untuk Megawati, dan bisa jadi sudah di atas angin.
"Ke depan hubungan SBY-Mega akan makin dingin. Kalau dulu kan ada TK yang menjadi penengah. Sekarang Megawati full kontrol dan fokus pada pemenangan dalam pemilu 2014," tambahnya.
"Saya kira SBY lebih kehilangan Megawati dalam konteks politik. Dalam konteks personal jelas Megawati kehilangan karena Taufiq suaminya. Kini tidak ada lagi orang yang menjadi jembatan antara Cikeas dan Jagakarsa atau Teuku Umar," terangnya.
Pada dasarnya, SBY sudah berusaha keras membuka diri dengan mencoba melupakan masa lalu. Tapi tidak bagi Mega. Kemarin lumayan tenang karena ada Taufiq. Tapi buat Mega sekali di luar tetap di luar, apalagi tinggal setahun.