TRIBUNNEWS.COM JAKARTA- Tudingan jaksa yang menyatakan mantan Direktur Utama PT Indosat Multi Media (IM2) Indar Atmanto telah melakukan korupsi dalam perjanjian dan kerjasama penggunaan frekuensi 2,1 Ghz atau 3G disangkal keras.
Setidaknya ada delapan dalil yang disodorkan Indar untuk menunjukkan, dakwaan jaksa sudah dibuktikan. Berkas pembelaan setebal 660 halaman itu dibacakan tim pengacara Indar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kamis (13/6/2013)
"Dalil pertama, jaksa telah gagal dalam membuktikan dakwaannya. Hal ini terbukti dengan adanya perubahan secara "diam-diam" yang cenderung menyeludupkan dakwaan yang dilakukan oleh JPU dengan merubah unsur melawan hukum dari penggunaan bersama menjadi PKS," ungkap Luhut M Pangaribuan, pengacara Indar.
Penyeludupan secara diam-diam ini melanggar Pasal 142 dan 144 KUHP. Karena itu, hakim harus menolak dakwaan jaksa berdasarkan Pasal 182 ayat (4) KUHP. Pasal itu menyatakan, hakim hanya dapat memutuskan suatu perkara hanya berdasarkan dan sesuai surat dakwaan.
Dalil ke dua, dakwaan jaksa itu sesat karena error in-persona. Sebab PKS antara Indosat dan IM2 adalah perbuatan korporasi dan bukan merupakan perbuatan pengurus, yakni Direktur Utama IM2 yang dalam hal ini Indar Atmanto.
Dalil ke tiga, kerjasama antara Indosat dan IM2, adalah kerjasama berdasarkan hukum sesuai amanat Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi berikut peraturan pelaksanaannya. Mandat ini tegas dinyatakan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika.
"Selain itu, kerjasama itu lazin dan umum dilakoni dalam industru telekomunikasi yang sudah berlangsung bertahun-tahun serta tidak bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku," ungkap Luhut.
Dalil ke empat, tidak ada penggunaan bersama frekuensi antara Indosat dan IM2. Sebab perjanjian itu hanya kerjasama penggunaan jaringan dan bukan penggunaan frekuensi bersama. Hal ini terbukti tidak pernah ditemukan adanya perangkat dan pemancar milik IM2.
Selain itu, tidak pernah ada gangguan pada frekuensi 2,1 Ghz yang dialokasikan pada Indosat. Apalagi, " IM2 dan juga perusahaan internet service provider (ISP) lainnya yang menjual jasa internet, tidak butuh frekuensi melainkan hanya membutuhkan jaringan yang dimiliki Indosat," ungkapnya.
Dalil ke lima, IM2 dapat menggunakan Jaringan bergerak seluler dalam melaksanakan kegiatannya. Hal ini didasarkan pada pasal 33 ayat (1) Keputusan Menteri Perhubungan No 20 tahun 2001 tentang penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi.
Dalil ke enam, PKS antara Indosat dan IM2 bukanlah perjanjian seolah-olah atau pura-pura untuk menyelubungi sesuatu yang jahat sebagaimana didalilkan JPU. Pasalnya, Indosat memiliki izin baik sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi internet atau ISP.
Dalil ke tujuh, IM2 tidak perlu membayar up front fee dan BHP frekuensi sehingga tidak ada kerugian negara dalam perkara ini. Oleh karena IM2 bukanlah penyelenggara jaringan yang mengikuti lelang frekuensi 2,1 GHz, bahkan sampai pledoi ini dibacakan tidak pernah ada tagihan kepada IM2 untuk membayar BHP spektrum Frekuensi maupun up front fee.
Dalil ke delapan, PKS antara Indosat dan IM2 justru menguntungkan negara. Kerjasama antara Indosat dan IM2 mampu meningkatkan penetrasi internet dan menjangkau masyarakat di daerah tertinggal sehingga memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi.
"Oleh karena itu, kami memohon agar majelis hakim membebaskan Indar dari dakwaan dan tuntutan hukum, karena tidak terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan penuntut umum. Selain itu memohon hakim untuk menetapkan ganti rugi dan rehabilitasi atas diri terdakwa," ungkap Luhut.
Sebelum pembacaan pledoi oleh tim pengacara, Indar juga menyampaikan nota pembelaan kepada hakim. Indar menyatakan heran atau tidak mengerti kenapa ia didakwa korupsi padahal tidak menikmati keuntungan apapun selain haknya sebagai direktur IM2.
"Saya melihat JPU tidak memahami ijin penyelenggara jaringan dan ijin penyelenggara jasa telekomunikasi. Motif tuduhan tersebut sebenarnya hanya dicari-cari oleh JPU," ujar Indar.