TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus (TB) Hasanuddin, mengungkapkan perlu adanya pola fikir tekait perlunya membela negara, kemudian dikaitkan dengan wajib militer. Pola fikir yang diperlukan adalah berfikir secara rasional.
"Bela negara adalah kewajiban semua warga negara atas dasar kecintaan kepada tanah airnya. Bukan wajib militer yang kemudian ditakut- takuti dengan hukuman pidana atau dirampas hak miliknya," ujar TB Hasanuddin, Kamis (13/6/2013).
Merubah pemikiran yang lebih rasional dalam mendefinisikan apa itu komponen cadangan ( komcad ), mantan Sekretaris Militer ini menambahkan, seharusnya merupakan komponen yang didalamnya terdiri dari SDM yang karena kesadarannya diorganisir untuk membela negara , bukan mereka yang dipaksa atau terpaksa.
Sebelumnya, TB Hasanuddin menjelaskan, RUU komponen cadangan merupakan RUU inisiatif pemerintah yang diserahkan kepada DPR pada tahun 2010 yang lalu. Oleh DPR khususnya Komisi I disosialisasikan kepada masyarakat , perguruan tinggi , pakar-pakar pertahanan.
Pendapat dari beberapa tokoh dan para pensiunan TNI disampaikan tentang gran strategi dan rencana strategi pembangunan TNI ke depan setidaknya sampai tahun 2024 melalui terwujudnya Minimum Essensial Forces ( MEF ). Dijelaskan, kemudian dihadapkan dengan kemungkinan tidak adanya ancaman agresi militer 10 sampai 15 tahun ke depan.
"Dengan kekuatan TNI yang 420.000 ditambah peremajaan alut sista dan perbaikan kesejahtraan para prajuritnya, maka wajib militer yang berupa Komcad dianggap tidak harus menjadi prioritas," ujarnya.
Ia kemudian mengkritisi beberapa aturan dalam pasal dalam RUU Komponen Cadangan. Dalam pasal 8 ayat (1) dan (2), dianggap Hasanuddin sebagai pasal diskriminatif. Pasal ini mengatur, mereka yang mengikuti wajib militer hanya PNS, buruh dan pekerja saja. Sementara tak diatur bagi kalangan artis dan pengusaha yang juga diwajibkan mengikuti wajib militer.
Dalam pasal itu, buruh dan pekerja jika menolak wajib militer dapat dipidana sekurang kurangnya 1 tahun (sesuai pasal 38 ayat (1). Termasuk para pimpinan PNS/buruh dan pekerja dapat dikenakan pidana selama 6 bulan ( sesuai pasal 39 ) .
Selain itu autran yang dianggap diskriminatif teradapat pada pasal 14 ayat (1) dan (2) dimana sumber daya alam , sumber daya buatan , sarana dan prasarana BUMN/BUMD atau Badan Hukum Milik Perorangan. Dapat digunakan sebagai Komcad dan wajib diserahkan pemakaiannya. Bila tidak diserahkan dipidana penjara 1 tahun ( sesuai pasal 42 ayat ( 1 ). Pasal ini dianggap TB Hasanuddin sebagai perampasan terhadap hak milik perorangan
TB Hasanuddin berhadap, perlunya ditumbuh kembangkan kesadaran bela negara melalui pendidikan bela negara pada semua tingkat pendidikan. "Bela negara bukan hanya untuk menghadapi perang saja tapi termasuk menghadapi bencana alam, bahkan pelajaran untuk mencintai produk dalam negeri," pungkas TB Hasanuddin.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch(IPW), Neta S. Pane menilai RUU Komponen Cadangan sebelumnya juga mengkritisi RUU Komponen Cadangan. Menurutnya pembentukan komponen cadangan melalui kebijakan wajib militer (wamil) bisa dilakukan jika benar-benar sangat diperlukan negara
Neta memaparkan, menurutnya ada dua alasan yang bisa membentuk komponen cadangan melalui wamil. Pertama, adanya ancaman dari luar negeri, sementara saat ini kondisi Indonesia sangat stabil, tidak ada ancaman dari luar, tidak dalam keadaan darurat perang, dan tidak ada rencana melakukan agresi. "Untuk itu rencana wamil patut dipertanyakan," ujarnya.
"Rencana pembentukan komponen cadangan oleh Kementerian Pertahanan yang akan melatih PNS dan swasta menembak adalah langkah yg tidak tepat dan hanya akan menimbulkan ancaman baru di masyarakat," katanya lagi.
Ia menilai potensi penyalahgunaan yang muncul akan lebih besar jika hal tersebut diterapkan. Apalagi, jika pasukan cadangan itu anggota ormas atau digunakan untuk menjaga keamanan.
"Selama ini pelatihan komponen keamanan adalah wewenang Kepolisian dan bukan Kementerian Pertahanan. Dan itu sudah lama dilakukan Polri, dengan program satuan pengamanan (satpam)," katanya.