TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Gubernur Riau Rusli Zainal di Rutan kantor KPK, Jakarta, pada Jumat (14/6/2013) petang.
Dia ditahan usai menjalani pemeriksaan selama tujuh jam sebagai tersangka penerimaan suap pengajuan anggaran Pekan Olahraga Nasional (PON) Pemprov Riau dan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin pemanfaatan hutan.
Pukul 16.45 WIB, Rusli yang mengenakan kemeja batik hijau dibalut seragam tahanan KPK berwarna oranye, dibawa petugas KPK ke mobil tahanan B 7772 QK. Selanjutnya, petugas membawa Rusli menuju tahanan yang berada di samping kantor KPK.
Tak banyak pernyataan yang disampaikan politisi Partai Golkar itu. Rusli mengaku sadar, bahwa penahanan kepada dirinya ini adalah bagian dari proses yang mesti dijalaninya selaku tersangka sehingga tidak bisa dihindari. "Maka tentu penahanan ini harus dijalankan," ujar Rusli.
Dia pun meminta doa kepada masyarakat agar dirinya bisa sabar dan tabah menjalani hari-hari di tahanan. "Doakan sajalah mudah-mudahan semua dapat berjalan dengan baik, sabar, tawakal," ucapnya.
Secara terpisah, juru bicara KPK Johan Budi menjelaskan, penyidik KPK melakukan penahanan selama 20 hari pertama penahanan kepada tersangka Rusli Zaenal untuk kepentingan penyidikan.
KPK menetapkan Rusli Zainal sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pembahasan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 soal PON Riau sejak 8 Februari 2013 lalu. Ia diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH-Pidana
Rusli juga diduga menerima suap untuk meloloskan pembahasan Perda itu. Terkait pembahasan Perda tersebut, politisi Partai Golkar itu juga diduga menyuap sejumlah anggota DPRD Provinsi Riau. Rusli pun diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH-Pidana.
Selain itu, KPK menetapkan Rusli sebagai tersangka atas dugaan melakukan penyalahgunaan wewenang terkait penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Kabupaten Pelalawan, Siak, dan Riau, pada 2001 hingga 2006. Dalam kasus ini, Rusli diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH-Pidana.