TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Rencana Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi dinilai hanya menyebabkan kegaduhan. Kegaduhan itu semakin diperparah dengan penolakan satu partai di Sekretariat Gabungan (Setgab) yakni PKS.
Demikian diungkapkan legislator Partai Golkar, Bambang Soesatyo saat berbincang dengan wartawan, Minggu (16/6/2013).
Menurut Bambang, hal itu sangat memprihatinkan. Pasalnya, kebijakan menaikkan harga BBM dipersepsikan sebagai wewenang partai anggota koalisi pendukung pemerintah. Seakan-akan, sambung Bambang, kalau anggota koalisi belum satu suara, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi tidak sah.
"Di ruang publik, isunya sudah keluar dari konteks, bahkan melebar hingga ke persoalan porsi menteri di kabinet (asal PKS)," kata Bambang.
Diungkapkan Bambang, cara pemerintah mengelola isu tentang rencana kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi benar-benar tidak produktif dan tidak edukatif. "Karena mengaburkan hakikat wewenang pemerintah," ujarnya.
Padahal, kata Bambang, sebenarnya pemerintah tak perlu mencemaskan perbedaan sikap di antara partai pendukung pemerintah. Sebab, kebijakan menaikan harga BBM bersubsidi merupakan wewenang dari pemerintah. Jadi kenaikan BBM bersubsidi itu bukan menjadi wewenang partai-partai politik pendukung pemerintah yang di Setgab.
"Artinya, sekali pun ada anggota koalisi menolak rencana menaikkan harga BBM bersubsidi, sikap yang demikian sama sekali tidak mengurangi wewenang pemerintah menaikan atau menurunkan harga BBM bersubsidi," kata Bambang.
Polemik yang terjadi di Setgab itu, menurut Bambang, justru membuat isu rencana kenaikan harga BBM itu menjadi bias. Apalagi, pemerintah cenderung menjadikannya sebagai persoalan koalisi partai-partai pendukung pemerintah.
"Padahal, jelas bahwa menaikan harga BBM adalah sepenuhnya wewenang pemerintah untuk menyelamatkan kekuasaannya dari kebangkrutan," ujarnya.
Terlebih, hal itu sudah diatur di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013. Terangnya, pemerintah sudah diberi ruang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi.
"Persoalannya akan segera tuntas dan berkepastian, jika pemerintah mau dan berkeberanian politik untuk menggunakan wewenangnya itu," ujarnya.
Menurutnya, saat ini muncul kesan penetapan harga BBM bersubsidi menjadi bertele-tele. Sebab, pemerintah semula beralasan menunggu persetujuan DPR atas proposal Dana Kompensasi.
"DPR sudah membahas proposal ini, dan mayoritas sudah mengisyaratkan persetujuan," imbuhnya.