TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM)kepada warga miskin dinilai tak lebih dari sekedar “obat luar”. Panas dan efektif sesaat, setelah itu efeknya hilang.
"Itu hanya obat untuk mengatasi “symptom” bukan pembasmi akar penyakitnya. Masyarakat sih pasti senang-senang saja kalau dikasih bantuan, apalagi berupa uang. Masalahnya jumlah dan masa pemberian uang itu tidak cukup memadai kalau dikaitkan dengan ide bahwa kebijakan ini adalah menyesuaikan psikologi masyarakat terhadap gejolak kenaikan harga barang-barang akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)," kata Bakal Calon Anggota Legislatif (bacaleg) Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD RI) 2014-2019 dari daerah pemilihan Provinsi DKI Jakarta, Rommy dalam pernyataannya, Jumat(28/6/2013).
Rommy mengatakan selain kisruh soal ketepatan sasaran penerimanya sebagaimana terjadi di beberapa daerah termasuk di DKI Jakarta, ide “pro poor” dibalik kebijakan ini masih jauh dari ideal. Dalam konteks ini, gagasan tentang kebijakan anggaran yang memihak orang miskin (pro-poor budget) sebetulnya memang penting dan harus dilakukan.
"Tapi, kebijakan itu harus dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari sekian banyak kebijakan yang diperlukan untuk menanggulangi kemiskinan secara menyeluruh,"ujarnya.
Meskipun pertimbangannya khusus karena kenaikan harga BBM, kata Rommy saat ini BLSM seperti sebuah kebijakan terpisah, tidak melekat pada satu gagasan atau kebijakan besar tertentu dalam rangka pengentasan kemiskinan yang simultan. Celakanya, pemerintah justru seolah-olah merasa bahwa ini adalah kebijakan terbaik dan karenanya harus dilakukan.
"Padahal banyak cara lain yang sebetulnya bisa diambil seperti penaikan cukai rokok, atau pengurangan anggaran pengeluaran di beberapa lembaga Negara,"katanya.
Lebih jauh Rommy menjelaskan, tujuan akhir kebijakan dan strategi penanggulangan kemiskinan adalah membebaskan masyarakat dari kemiskinan dan mengangkat harkat dan martabat mereka agar menjadi warga negara dengan seluruh hak dan kewajibannya.
“Nah, di banyak kejadian iming-iming BLSM justru cenderung merendahkan harkat itu. Hanya karena ingin dapat dana itu, banyak masyarakat yang sebetulnya “mampu” tiba-tiba ingin disebut orang miskin,"ujarnya.
Untuk itu lanjut Rommy salah satu strategi terpenting yang harus ditempuh adalah memberi kesempatan seluas-luasnya bagi orang miskin untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam proses pembangunan ekonomi.
"Mestinya yang jadi prioritas misalnya penciptaan lapangan kerja, pembangunan infrastruktur di berbagai bidang khususnya di wilayah-wilayah pedalaman terpencil, serta jaminan warga Negara terhadap pendidikan dan kesehatan. Dengan begitu masyarakat akan punya akses terhadap proses pembangunan dan hasil-hasilnya,"katanya.