News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bentrok Massa dan Ormas di Kendal

Islam Bisa Rusak Karena Ulah Orang Berpaham Sempit

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapolda Jateng, Irjen Pol Dwi Priyatno, menemui para tokoh agama di lobi Mapolda Jateng, Jalan Pahlawan, Semarang, Senin (22/7/2013). Pertemuan itu untuk membahas bentrok antara ormas dan warga di Kecamatan Sidorejo, Kabupaten Kendal, Kamis (18/7/2013) lalu. Polisi telah menetapkan 7 orang tersangka, terdiri dari 3 anggota front pembela islam (FPI) dan 4 warga setempat. (Tribun Jateng/Adi Prianggoro)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menegakkan perbuatan amar ma'ruf nahi munkar seperti yang diajarkan Islam tidak dilakukan dengan cara kekerasan. Melainkan dengan dakwah yang santun, mengikuti aturan hukum yang berlaku dan tidak mencemarkan nama besar Islam.

Hal tersebut diungkapkan oleh Pengamat Politik dan Sosial Budaya Otjih Sewandarijatun. Otjih juga menyebut Islam bisa rusak karena ulah orang-orang yang punya pemahaman sempit soal agama.

“Nama besar Islam rusak, karena pemahaman sempit keagamaan yang menjustifikasi kelompok atau seseorang akhirnya sebagai "pengadil", padahal pengadil sesungguhnya adalah Tuhan. Kita jangan mengambil hak Tuhan, agar Tuhan tidak marah sama kita,” kata pengamat dari Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi ini dalam pernyataannya, Selasa (23/7/2013).

Menurut Otjih, tidak benar jika dari kasus Kendal tersebut muncul kesan sekarang ini negara sedang berhadapan dengan ormas yang seperti preman, karena sudah pasti negara yang harus menang, karena dapat diibaratkan sebagai "david vs goliath".

“Negara jelas tidak boleh kalah melawan ormas tersebut atau kelompok manapun yang membuat resah masyarakat apakah itu kelompok separatisme, terorisme ataupun kelompok preman,” ujar Otjih.

Dia juga menambahkan bentrok antara FPI dengan warga di Kendal harus diselesaikan secara hukum, dan itu sudah dilakukan Polri dengan mengusut 3 kasus terkait bentrok tersebut yaitu konvoi membawa senjata tajam, kasus penganiayaan terhadap anggota FPI pada 17 Juli 2013 dan kasus kecelakaan lalu lintas pada 18 Juli 2013 yang memicu bentrok.

Sementara itu Pemerhati Masalah Kamtibmas, J Dharma menilai, pelajaran penting dari bentrok warga dengan FPI di Kendal adalah perkuatan pelaksanaan ketertiban umum, dimana Polri bersama unsur-unsur Pemda harus benar-benar melaksanakan amanat UU dan Perda tentang minuman keras.

“Kalau Polri dan Pemda ketat dan mematuhi pelaksanaan UU yang terkait dengan ketertiban umum, maka tidak akan muncul masalah seperti ini. Sekali lagi, perlu melaksanakan UU dan Perda yang sudah ada,” ujar alumnus pascasarjana Universitas Indonesia ini.

Harry Prasetya yang juga Pemerhati Sosial Budaya juga menilai peristiwa di Kendal merupakan akumulasi ketidaksukaan masyarakat terhadap aksi sweeping FPI yang seringkali disertai dengan kekerasan.

“FPI jangan membelokkan atau membuat opini yang bentrok dengan mereka itu adalah preman, karena yang mengepung massa FPI di sebuah masjid bukanlah preman, melainkan warga yang marah atas tertabraknya warga Kendal,” tambah mahasiswa yang sedang menempuh studi pascasarjana ini.

Dia juga menambahkan kejadian ini merupakan pelajaran berharga dan dapat dijadikan kerja sama antara FPI dengan Polri untuk menindak tegas pelaku sweeping.

Sedangkan Pengamat Masalah Politik dan Hukum, Arman Ndupa menilai, kejadian di Kendal memang murni terjadi dan respon masyarakat juga murni artinya memang masyarakat sudah muak dengan gaya-gaya anarkis seperti itu, sehingga masyarakat sekarang ini menunggu sikap konsisten dari Polri untuk menegakkan hukum terhadap kelompok-kelompok yang berperilaku preman.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini