News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jaksa Anggap Ratna Sudah Rugikan Negara Lebih dari Rp 50 Miliar

Penulis: Edwin Firdaus
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Ratna Dewi Umar (tangah) menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (3/6/2013). Ratna diajukan ke pengadilan karena diduga terkait kasus korupsi pengadaan alat kesehatan penanggulangan flu burung tahun 2006 di Kementrian Kesehatan. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai terdakwa Ratna Dewi Umar, terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp 50.477.847.078 terkait pengadaan alat kesehatan (alkes) dan perbekalan dalam rangka wabah flu burung tahun anggaran 2006-2007 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Dalam pertimbangannya, Jaksa Kresno mengatakan mantan Direktur Bina Pelayaanan Medik Dasar di Kemenkes itu menyetujui arahan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari untuk melakukan penunjukan langsung dalam pengadaan alkes tahun 2006.

Padahal, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak seharusnya mencampuri dalam metode pelaksanaan pengadaan.

Kemudian, terdakwa juga dianggap tahu bahwa PT Rajawali Nusindo tidak memiliki peralatan sebagaimana dalam kontrak. Tetapi, tetap menujuk Rajawali sebagai pelaksana kontrak.

Selanjutnya, terdakwa dikatakan membiarkan PT Rajawali Nusindo selaku pelaksanaan pengadaan menyerahkan pekerjaan ke PT Prasasti Mitra.

"Terdakwa selaku PPK tidak mensahkan HPS (harga perkiraan sendiri) dan membiarkan disahkan oleh panitia pengadaan. Terdakwa selaku KPA telah memerintahkan dilakukan pembayaran ke PT Rajawali padahal barang belum diterima seluruhnya di daerah," kata jaksa Atty Novianty saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (1/8/2013).

Begitu juga, dalam penggunaan optimalisasi dana sisa anggaran tahun 2006, Ratna dianggap menyalahi aturan. Sebab, terdakwa tidak melakukan tahapan pengadaan apapun. Melainkan, langsung memerintahkan penunjukan langsung terhadap PT Rajawali Nusindo sebagai pelaksana pengadaan 13 ventilator tahun 2006.

"Panitia pengadaan tidak melakukan apapun, seperti tidak membuat hps dan tidak melaksanakan negosiasi. Sebaliknya, memerintahkan untuk menggunakan harga dalam kontrak sebelumnya," kata Atty.

Sedangkan, terhadap pengadaan peralatan kesehatan untuk melengkapi rumah sakit rujukan penanganan flu burung dari DIPA APBN-P tahun anggaran 2007, terdakwa menyetujui arahan Siti Fadilah dengan menunjuk PT Kimia Farma Trading Distribution (KFTD) sebagai pelaksana pengadaan.

"Terdakwa selaku KPA dan PPK memerintahkan panitia dengan membuat surat pengadaan disesuaikan. Padahal, proses pengadaan belum dilaksanakan," kata Atty.

Kemudian, terdakwa selaku KPA memerintahkan untuk membayar kontrak. Padahal, barang tidak diserahterimakan di Departemen Kesehatan (Depkes) sesuai kontrak tetapi di gudang PT Bhineka Usada Raya (BUR).

Demikian juga, dalam pengadaan reagen dan consumable tahun 2007, terdakwa mengetahui bahwa pekerjaan proyek tidak dilakukan PT KFTD melainkan oleh PT Cahaya Prima Cemerlang (CPC). Sehingga, terjadi penggelembungan harga (markup) yang diketahui oleh terdakwa dan didiamkan.

Atas perbuatannya dalam empat pengadaan tersebut, terbukti telah merugikan keuangan negara mencapai Rp 50.477.847.078.

Namun, menurut Jaksa Kiki Ahmad Yani, dari jumlah kerugian negara tersebut tidak dapat dibuktikan terdakwa memperoleh atau menikmati keuntungan, melainkan hanya menguntungkan orang atau institusi lain. Sehingga, terhadap terdakwa tidak dibebankan membayar uang pengganti.

Menanggapi tuntutan tersebut, Ratna dan penasehat hukumnya mengaku akan mengajukan pledoi (nota pembelaan) yang akan dibacakan dalam sidang yang digelar tanggal 15 Agustus 2013 mendatang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini