TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat terorisme Mardigu WP menilai intelijen kecolongan dalam kasus bom Vihara Ekayana, Jakarta Barat. Sebab Intelijen di Indonesia hanya mencapai 10 ribu personel, sedangkan gerakan radikal diprediksi hanya 1.000 orang saja.
"Jadi selama ini BIN ngapain, BAIS, BNPT. Intel ini sekarang tidak bergerak. Kalau negara aman artinya intel bekerja, selama ini intel makan gaji buta, kebanyakan duduk-duduk daripada di lapangan," kata Mardigu ketika dihubungi, Senin (5/8/2013).
Mardigu mengatakan, intelijen memang harus bekerja mencurigai gerak-gerik seseorang. "Satu-satunya fungsi yang bisa negatif thinking itu cuman intel. Dia dibayar pajak untuk suudzon," imbuhnya.
Ketika ditanya apakah Densus 88 seperti membiarkan aksi tersebut, Mardigu tetap menilai adanya kecolongan dari intelijen.
"Mereka itu enggak sepintar zaman Pak Harto. Bukan enggak ngerti, hanya engak sepintar. Cuma orang pintar yang punya analisa begitu. Sementara BNPT dan Polri enggak ada pikiran ke sana. Ini murni intelnya saja yang bobrok," katanya.
Sementara mengenai bom yang dilakukan menjelang lebaran, Mardigu mengatakan agar aksi tersebut memberikan daya yang besar bagi masyarakat.
"Mereka bergerak di mana memberikan impact atau daya besar seperti lebaran, tahun baru, 17 Agustus," ungkapnya.
20 Latihan Soal Matematika Kelas 5 SD BAB 4 Kurikulum Merdeka & Kunci Jawaban, Keliling Bangun Datar
Download Modul Ajar Serta RPP Seni Rupa Kelas 1 dan 2 Kurikulum Merdeka Lengkap Link Download Materi