News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rupiah Terpuruk

Kalau Sampai Krisis, Ical dan Prabowo Ikut Terpukul

Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Ekonom Dradjad Wibowo mengungkap, dari sisi pertarungan pemilu, anjloknya pasar diprediksi memukul Partai Golkar dan Partai Gerindra. Dijelaskan, Bakrie yang sudah sangat kesulitan likuiditas dan utang, akan makin terpuruk.

"Prabowo juga terpukul berat. Meskipun dia masih punya minyak, akan tetapi Kiani dan batubaranya anjlok drastis. Jadi Golkar, Ical Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie red), Gerindra dan Prabowo yang paling kena kalau anjloknya pasar meledak menjadi krisis. Mereka yang bermain minyak dan gas yang paling aman dan bahkan dapat capital gain," ujar Dradjad Wibowo, Selasa (20/8/2013).

Akan tetapi, Dradjad menegaskan kembali, apakah harus rakyat yang kemudian dikorbankan karena persaingan politik dalam situasi makin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat? Contohnya, lanjut Dradjad, daging impor apabila rupiah anjlok terus, maka harga daging tetap mahal.

Bawang, kedele, sekarang jagung, gandum (bahan mie dan kue-kue), susu, hingga komponen motor, handphones dll, Dradjad mengingatkan, semuanya impor. "Kasihan rakyat karena semua menjadi super mahal," imbuhnya.

Lalu soal bursa saham. Dradjad menegaskan, apakah para pekerja tidak terkena kalau perusahaan-perusahaan yang go public itu anjlok harganya? Debt to equity ratio mereka, kata Dradjad, melonjak drastis, akibatnya pasti akan ada penghematan dan seterusnya. Sementara para supplier mereka juga akan terkena.

Kemudian, banyak pengusaha menengah yang menyimpan aset di saham. "Kalau mereka terkena, apa pegawainya tidak ikut menjadi korban? Apalagi kalau nanti merembet ke properti. Padhal sekarang harga properti sudah sangat kemahalan. Ujung-ujungnya, rakyat yang kena," tegas Dradjad.

Kemudian soal obligasi pemerintah. Karena yield-nya naik terus, artinya obligasi baru dari negara tambah mahal dan APBN makin terbebani.

"Jadi karena hal-hal di atas, mumpung belum meledak menjadi krisis, terpaksa saya ngomong apa adanya. Taruhannya terlalu mahal, dibanding sekedar menjaga etika sebagi mitra koalisi. Dan mudah-mudahan sadar," pungkas Dradjad Wibowo yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (DPP PAN) ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini