News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Miss World di Indonesia

Pencekalan Acara Miss World Terkait Persaingan Bisnis dan Politik?

Editor: Widiyabuana Slay
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto yang dirilis pada 5 September 2013 menunjukkan kontestan Miss World 2013, (kiri-kanan) Kirtis Malone dari Kepulauan Virgin Inggris, Penina Maree Paeu dari Samoa, Eva Dombrovska dari Latvia, dan Jacqueline Steenbeek dari Belanda berpose saat sesi pengambilan gambar di sebuah resor di Pulau Bali, Indonesia, Rabu (4/9/2013). AFP PHOTO/MISS WORLD

TRIBUNNEWS.COM – Tokoh-tokoh Islam Indonesia diminta untuk menahan diri dan tidak over acting dalam menyikapi penyelenggaraan (kontes) Miss World yang digelar di Nusa Dua, Bali. Mereka harus belajar dari reaksi berlebihan ormas Islam garis keras ketika menolak kehadiran penyanyi kontroversial Lady Gaga, yang ternyata di balik semua itu ada persingan bisnis di dunia showbiz.
 
Hal ini diuangkapkan Adhie M Massardi, jubir presiden era KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kepada wartawan usai salat Jumat (13/9/2013) di Jakarta.
 
“Bukan mustahil di balik reaksi berlebihan atas penyelenggaraan Miss World itu juga ada tendensi persaingan bisnis (pertelevisian) yang juga bernuansa politik. Mengingat Hary Tanoesudibjo, pemilik grup media MNC, yang mendapat hak siar acara kontes ratu kecantikan dunia itu, juga kandidat calon wakil presiden (cawapres) dari Hanura, bersama (capres) Wiranto, yang memang banyak muncul di acara yang mendapat perhatian secara nasional dan internasional itu,” ungkap Adhie.
 
Makanya, koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) ini menyesalkan keterlibatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj dalam penolakan gelaran Miss World itu.
 
“Saya prihatin kalau ternyata Kiai Said yang dekat dengan kalangan Istana (Partai Demokrat) dipakai untuk mereduksi kontes Miss World untuk kepentingan politik tertentu, dengan dalih masalah akidah,” katanya.
 
Adhie menyarankan agar PBNU dalam berpolitik (akidah) tetap berpedoman kepada konstitusi (UUD 1945) dan UU yang berlaku di negeri ini. Kalau memang penyelenggaraan kontes itu ada yang melanggar UU, ya diproses secara hukum. Sehingga jelas perbedaan antara (politik) PBNU dengan ormas Islam garis keras semacam FPI (Front Pembela Islam).
 
Lagi pula, menurut Adhie, yang ditunggu masyarakat dari PBNU adalah reaksi ormas Islam terbesar itu atas terjadinya demoralisasi di kalangan para penyelenggara, mulai dari tingkat kelurahan hingga Istana Kepresidenan.
 
“Miss World memang tidak bisa menguatkan nilai rupiah yang anjlok, atau menurunkan harga kedelai, seperti diungkapkan Kiai Said. Tapi beliau harus paham, yang meruntuhkan nilai rupiah, manaikkan harga kedelai dan harga-harga kebutuhan pokok lainnya, adalah korupsi di kalangan para penyelenggara negara. Korupsi di negeri ini jauh lebih besar dari yang kita duga. Dilakukan secara terstruktur, sistematis, masif dan terencana.”
 
“Makanya, daripada merespon hal yang tidak melawan hukum, lebih baik kita gelorakan perlawanan kepada rezim yang korup ini,” jelas Adhie M Massardi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini