Damian menerangkan, izin pelaksanaan bioremediasi yang dikontongi PT CPI, berakhir pada Maret 2008. Namun, sebelum izin habis, pihak CPI telah mengurusnya ke KLH.
Karena itu, selama izin belum keluar, KLH memersilakan proses penormalan tanah, dengan syarat tanah yang dipulihkan adalah yang berada di stock file. Kemudian, setelah izin diperpanjang, seluruh kegiatan penormalan tanah dilanjutkan kembali.
Harusnya Pakai UU LH
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Edward Omar Syarif Hiariej, SH Mhum menjelaskan, UU Pemberantasan Tipikor tidak bisa diterapkan dalam kasus bioremediasi.
Menurut Edward, bioremediasi merupakan suatu proyek lingkungan. Sehingga, penyelesaian kasus yang muncul dari kegiatan lingkungan, mestinya tunduk pada UU Lingkungan Hidup (LH). UU LH, ucapnya, tidak tunduk kepada UU Pemberantasan Tipikor.
"Maka, pengenaan pasal-pasal dalam UU Pemberantasan Tipikor dalam kasus bioremediasi, tidak memenuhi syarat," ujarnya.
Edward menerangkan, penyelesaian kasus bioremediasi seharusnya menggunakan UU LH, karena perlakuan membahayakan lebih dominan dibandingkan tindak korupsinya.
Berhubung pelanggaran yang diatur dalam UU LH yang tidak menundukkan diri kepada UU lainnya, maka menurut Prof Edward, berbagai persoalan yang muncul dari suatu kegiatan lingkungan seperti halnya bioremediasi, harus diadili menggunakan UU LH.
Sejauh ini, tutur Edward, berdasarkan hukum di Indonesia, UU di luar UU Pemberantasan Tipikor yang tunduk kepada UU Pemberantasan Tipikor hanya UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perpajakan.
"Namun, tidak ada penjatuhan sanksi pidana bila perbuatan yang dilakukan melibatkan perwakilan," paparnya.
Guru Besar Hukum Pidana UGM juga menjelaskan, perbuatan pidana adalah perbuatan yang diatur secara formal (tertulis dalam UU), dan terdapat ancaman bila melanggarnya.
Sehingga, terangnya, bila terjadi pelanggaran terhadap suatu perbuatan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan namun tidak disertai ancaman pidana, maka yang dikenakan seharusnya sanksi administratif.
"Sanksi administratif hanya difokuskan kepada apa yang dilanggar, dan tidak bisa dikaitkan dengan peraturan yang lebih tinggi," kata Prof Edward. (*)