TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika menilai adanya unsur politis dalam pernyataan Komisi Yudisial soal dugaan suap calon hakim agung. Pasek mempertanyakan mengapa hanya disebut Fraksi Demokrat sementara fraksi lainnya tidak diungkap.
"Jelas (ada unsur politik), disebut Demokrat dan dua fraksi lainnya. Kenapa Demokrat yang disebut dua lainnya tidak. Ini clear kelihatan ada main politik," kata Pasek di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/9/2013).
Ia mengatakan pihaknya telah melakukan klarifikasi ketika KY mengeluarkan pernyataan adanya upaya penyuapan sebelum pemilihan berlangsung. Persepsi publik, kata Pasek, hal itu terjadi saat uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung saat ini. "Tapi ternyata tahun lalu," imbuhnya.
Pasek menegaskan pihaknya akan tetap melakukan pemilihan calon hakim agung, meskipun adanya pandangan negatif dari masyarakat.
"Ya ini harus jalan, kalau nggak jalan kita nggak menjalankan UU. Nah yang diomogin KY ini tahun lalu, jadi yang sekarang jadi korban. Harusnya laporkan tahun lalu," tuturnya.
Mengenai saran berbagai pihak agar DPR tidak memilih hakim agung, Pasek mengungkapkan hal itu dapat dilakukan dengan mengganti Undang-Undang.
"Ganti saja UU. Tidak ada masalah kita, yang penting akuntabilitasnya ada alasan," ungkap Pasek.
Sebelumnya, mam Anshori Saleh, komisioner KY mengatakan jika anggota Komisi III DPR yang hendak menyuap dengan Rp 1,4 miliar itu berasal dari fraksi Demokrat.
Lobi-lobi politik tersebut semakin terkuak karena anggota KY lainnya, Eman Suparman, mengaku pernah ditelepon tiga kali oleh orang berbeda dari DPR terkait seleksi calon hakim Agung. Sayang, Eman bersikeras hanya memberitahu pelakunya kepada anggota atau pimpinan DPR yang dia kenal.