TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Budi Susanto sempat memperkarakan penyitaan aset pribadi dan perusahaan yang dilakukan KPK selama penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan simulator SIM di Korlantas Polri pada 2011.
Hal itu bahkan dituangkan dalam nota keberatan (eksepsi) terdakwa Budi yang dibacakan penasihat hukumnya di pengadilan Tipikor Jakarta minggu lalu.
Namun, Jaksa Penuntut Umum KPK enggan menanggapi keberatan tersebut. Sebab Jaksa beranggapan, keberatan Budi itu sudah berada di luar ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang mengatur materi keberatan.
Menurut Jaksa KPK Medi Iskandar Zulkarnain, dalam Pasal 15 (f) ayat 1 KUHAP yang mengatur soal materi eksepsi hanya meliputi kewenangan pengadilan mengadili perkara, surat dakwaaan tidak dapat diterima, dan identitas pelaku tindak pidana tidak sesuai.
"Hal itu bukan masuk materi keberatan. Sehingga tidak perlu kami tanggapi lebih lanjut," kata Jaksa Medi saat membacakan tanggapan atas eksepsi Budi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/9/2013).
Karena itu, Jaksa Medi meminta Majelis Hakim yang mengadili perkara Budi buat menolak seluruh keberatan penasihat hukum terdakwa. Sebab, surat dakwaan telah memenuhi syarat formil dan materiil.
"Keberatan tim penasihat hukum terdakwa haruslah ditolak. Maka kami mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini untuk menyatakan surat dakwaan telah disusun sebagaimana mestinya, dan oleh karenanya surat dakwaan bisa menjadi dasar pemeriksaan. Menyatakan menolak eksepsi terdakwa. Menetapkan pemeriksaan perkara tetap dilanjutkan," ujarnya.
Merespon permintaan tersebut, Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto meminta waktu sepekan buat mempersiapkan putusan sela. Sidang pun bakal dilanjutkan pada Selasa pekan depan.