TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Ali Yafie menegaskan Jenderal TNI (Purn) Endriartono Sutarto tahu betul bagaimana kondisi bangsa Indonesia dan sudah bicara jujur soal kondisi bangsa ini.
"Endriartono sudah banyak bekerja untuk melakukan perbaikan bangsa Indonesia ketika masih berkarir di militer," kata KH Alie Yafie usai Pengajian Tafsir dan Atlas Al Quran di Yayasan Al Washiyyah, di Jatinegara, Jakarta, Sabtu (28/9/2013).
Hadir pada pengajian tersebut antara lain, pimpinan Yayasan Al Washiyyah KH Mohammad Hidayat, KH Moehammad Zein, Jenderal TNI (Purn) Endriartono Sutarto, dan sekitar 100 jamaah.
Menurut Ali Yafie, Endriartono sudah banyak berbuat untuk perbaikan bangsa ketika masih berkarir di militer hingga pada jabatan tertinggi sebagai Panglima TNI pada 2002-2006.
"Kalau Endriartono saat ini menyatakan adanya keprihatinan, realitasnya bangsa Indonesia memang memerlukan perbaikan dan perlu memimpim yang mampu melakukan perbaikan," katanya.
Anggota Dewan Penasihat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini menambahkan, dirinya pada 2005 sudah menyuarakan keprihatinan seperti yang disuarakan Endriartono saat ini.
Ia menambahkan, memiliki visi yang sama dengan Endriartono tapi dirinya tidak mau masuk ke dalam wilayah politik.
"Saya berada di wilayah umat, dan saya tidak mau masuk wilayah politik," kata pimpinan Yayasan Majelis Al Amanah ini.
Sebelumnya, pada pengajian tafsir dan atlas Al Quran di Yayasan Al Washiyyah yang dihadiri sekitar 100 jemaah tersebut, Endriartono menyatakan, pemimpin nasional maupun lokal harus memiliki keseimbangan antara kemampuan, pengalaman, dan kepekaan sosial terhadap penderitaan rakyat.
"Indonesia sudah merdeka 68 tahun lalu, tapi sampai saat ini masih banyak rakyat Indonesia yang hidup miskin," kata Endriartono.
Menurut dia, berdasarkan data statistik ada sekitar 30 juta jiwa warga negara Indonesia yang hidup sangat miskin dengan penghasilan kurang dari Rp10.000 per hari.
Kondisi ini, kata dia, sangat memprihatinkan karena untuk memenuhi kebutuhan makan tiga kali sehari secara layak saja sudah sulit.
Endriartono juga juga menyoroti banyaknya rakyat Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan pekerja kasar lainnya di luar negeri, karena kesulitan memperoleh pekerjaan layak di Indonesia.
"Para TKI itu rawan terhadap kasus kekerasan di luar negeri dan minim perlindungan. Kondisi ini perlu perlu dicari solusi terbaik, agar bisa bekerja layak di dalam negeri," katanya.
Alumni Akabri Darat tahun 1971 ini juga menceritakan, dia bersama sejumlah tokoh lainnya membuat Gerakan Indonesia Mengajar yakni memberikan pendidikan kepada rakyat miskin di daerah terpencil dan terbelakang.
Gerakan tersebut, kata dia, merekrut relawan yakni sarjana yang baru lulus dari perguruan tinggi. Sasarannya, memberikan pembelajaran kepada masyarakat di pelosok agar kelak bisa hidup lebih baik, sekaligus memberikan pengalaman dan wawasan kepada para relawan, bahwa realitas kehidupan masyarakat miskin di daerah terpencil sangat sulit dan sangat minim infrastruktur.
"Para relawan tersebut kelak jika menjadi pemimpin, bisa memiliki kepekaan sosial terhadap kehidupan rakyat miskin dan rakyat di daerah pelosok," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Endriartono juga menyatakan, memilih menjadi anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI), karena ingin membangun kesadaran keseimbangan antara kecerdasan dan moral yang baik kepada para alumni.
Alumni UI maupun perguruan tinggi lainnya, kata dia, adalah generasi muda yang cerdas dan kelak akan menjadi pemimpin.
"Sebagai pemimpin, tidak cukup hanya cerdas, dan berkemampuan, tapi perlu kepekaan sosial yang didasarkan pada moral yang baik," kata salah satu peserta konvensi calon presiden dari Partai Demokrat ini.
Menurut dia, dengan memberikan pencerahan, termasuk sebagai relawan di daerah pelosok, maka akan dapat mengasah kepekaan dan mampu menjaga keseimbangan.
"Kalau saat ini saya mengikuti konvensi calon presiden dari Partai Demokrat, karena merasa terpanggil untuk memperbaiki kondisi bangsa," katanya.