TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partisipasi pemilih kerap kali menjadi masalah klise tiap pemilu tiba. Namun, jika kompetisi pemilu diisi oleh figur-figur kuat yang memiliki perubahan bagi masyarakat ditengarai mampu mengurangi angka golput (golongan putih) dan meningkatkan partisipasi pemilih.
Wakil Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengakui, fenomena golput bisa dibedakan pertama karena memang pilihan politik individu, dan kedua karena sistem memaksa hak warga yang harusnya bisa memilih menjadi golput.
Kekuatan figur yang memiliki semangat perubahan untuk rakyat memiliki presedennya dalam Pemilu Gubernur DKI Jakarta lewat pasangan Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama yang sekarang terpilih sebagai orang nomor satu dan dua di Pemerintahan DKI Jakarta.
Ia mencontohkan, pada Pilgub DKI putaran pertama partisipasi pemilih 62 persen. Biasanya, dalam putaran kedua, partisipasi pemilih menurun. Namun ternyata, dalam Pilgub Gubernur DKI putaran kedua partisipasi pemilih naik 66,6 persen.
"Era sekarang golput bisa berkurang kalau ada figur yang bisa memberikan harapan masyarakat. Partisipasi pemilih ke depan bagus manakala tokoh politik memberikan kerja politik kuat untuk rakyat," ucap Hasto pada diskusi, 'Golput dan Fenomena Jokowi,' di Jakarta, Rabu (2/10/2013).
Direktur Program Institut Demokrasi Andi Gani Wea menambahkan, posisi Jokowi yang digadang-gadang menjadi calon presiden terkuat menunjukkan hal tersebut. Sebut saja, ketika diserang bertubi-tubi oleh lawan politiknya, para pendukungnya dari berbagai latarbelakang justeru melakukan pembelaan.
Contoh pemimpin yang menjadi antitesa dari pemimpin kebanyakan ada pada Jokowi. Andi mencontohkan, misalnya apa yang dilakukan Jokowi, secara alamiah lahir begitu saja. Sekarang ketika dia pakai kemeja putih, para menteri ikut pakai kemeja putih. "Jokowi jongkok, mereka ke pasar ikut jongkok," katanya.
"Saya banyak bertanya, dan berdiskusi sebagai Presiden SPSI, bahwa buruh yang enggak memilih hak pilihnya kini mendapat sosok fenomenal harapan mereka, sosok perubahan. Kita meyakini suara buruh akan mencapai titik 80 persen. Sisanya 20 persen masih menunggu. Sebelumnya 60 persen saja suara buruh," ujarnya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu menyadari, angka golput dari satu pemilu ke pemilu berikutnya dikhawatirkan terus menurun. Sehingga KPU membentuk relawan demokrasi untuk menyadarkan pemilih berpartisipasi. KPU mematok partisipasi pemilih di Pemilu 2014 di angka 75 persen.