TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah merasa diperlakukan tidak adil oleh publik, terutama media massa. Mereka dianggap hanya mencari kekurangan di Banten lalu menyalahkan Gubernur. Sebaliknya, mereka tidak mengapresiasi prestasi.
"Ada yang tidak berimbang. Perkembangan di Kabupaten Serang, perkembangan di Tangerang Selatan tidak dibahas," kata Juru Bicara Keluarga Ratu Atut, Fitron Nur Ikhsan, saat diskusi di Jakarta, Sabtu (12/9/2013). Ia menyikapi blow up pemberitaan terkait kekurangan di Banten.
Fitron memberi contoh pemberitaan terkait para pelajar yang harus mempertaruhkan nyawa untuk melewati jembatan rusak di Kabupaten Lebak. Padahal, kata dia, pemimpin daerah di Lebak bukan dari Partai Golkar.
Fitron mengatakan, Provinsi Banten baru berusia 13 tahun. Dulu, ketika masih di bawah Jawa Barat, kata dia, wilayah Banten tidak mendapat perhatian. Ketika periode awal Banten berdiri, pemerintah fokus kepada pembangunan kantor pemerintahan. Hingga kini masih 75 persen kantor pemerintahan berdiri.
Kemudian, tambahnya, Pemerintah Banten mulai fokus pada pembangunan infrastruktur dengan dibuatnya Perda Infrastruktur tahun 2012. Oleh karena itu, jalan-jalan di Banten tengah dibeton. Adapun kritikan terkait sekolah-sekolah rusak, menurut Fitro, bukan kesalahan Pemerintah Provinsi Banten, melainkan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota.
"Pemerintah Provinsi tidak punya sekolah. Kalau ada sekolah rusak itu wajib tanggung jawab kabupaten kota," ucapnya.
Fitron juga mengingatkan bahwa jika bicara soal kepemimpinan di Banten, jangan hanya menyoroti Atut dan Partai Golkar saja. Namun, lanjutnya, ada juga peran Wakil Gubernur Banten Rano Karno asal PDI Perjuangan.