TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, mengatakan, pencegahan tawuran pelajar tak bisa dilakukan hanya dengan imbauan dan penyuluhan. Tindakan tegas terhadap pelaku tawuran dinilai akan lebih efektif memutus rantai tradisi tawuran itu.
Devie berpendapat, tawuran antarpelajar merupakan bentuk kekerasan yang khas. Menurutnya, para pelaku tawuran tidak bertindak atas dasar politik atau ekonomi, tetapi untuk identitas kebanggaan.
"Maka, pendekatan yang sifatnya pengajaran moral seperti ini cenderung tidak digubris," kata Devie Jumat (11/10/2013).
Menurut Devi, pendekatan yang bersifat penyuluhan dari orangtua, guru, atau pihak lain dianggap para pelajar sebagai orang luar yang tidak tahu apa-apa tentang persoalan "dendam antarsekolah" yang telah berlangsung turun-temurun. Oleh karena itu, kata Devie, perlu perombakan sistem yang lebih represif untuk menekan kultur kekerasan ke generasi selanjutnya.
"Kebijakan yang diterapkan yaitu pemidanaan serius serta ancaman bahwa catatan kriminal akan berdampak buruk bagi masa depan para siswa," ujarnya.
Perselisihan antarpelajar di Jakarta kini mulai menjurus ke arah kejahatan. Selain menggunakan senjata tajam, pelaku tawuran kini mulai menggunakan cairan berbahaya untuk melukai sasarannya.
Dua kasus penyiraman air keras terjadi dalam satu pekan terakhir, antara lain di sebuah bus PPD 213 di Jalan Jatinegara Barat, Jakarta Timur, pada Jumat pekan lalu dan di Jalan Garuda, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada siang tadi. (Alsadad Rudi)