TRIBUNNEWS.COM - Pencalonan tunggal Komjen Pol Sutarman sebagai penerus Kapolri Timur Pradopo yang memasuki masa pensiun, memiliki catatan negatif. Setidaknya, ada empat catatan menurut Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Koordinator KontraS, Haris Azhar menilai, catatan itu dilakukan dan terjadi saat Sutarman menjabat Kapolda Metro Jaya. Ada dua kasus kontroversial yang tidak berhasil dituntaskan, yakni pelemparan bom molotov ke kantor Tempo dan penganiayaan terhadap aktifis ICW, Tama S Lankun.
"Sewaktu menjadi Kapolda Metro Jaya, kasus Tama S Langkun sampai hari ini enggak pernah diungkap. Ini persoalan bagi Sutarman," jelas Haris dalam konferensi pers kepada wartawan di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Minggu (13/10/2013).
Kasus lainnya, ketika Sutarman menjabat Kepala Bareskrim Polri. Menurut Haris, nama Sutarman paling bertanggungjawab ketika ada upaya percobaan penangkapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan oleh Polda Bengkulu beberapa waktu lalu.
Haris mensinyalir, tak mungkin dengan jabatannya yang tinggi, Sutarman tidak mengetahui tindakan anak buahnya tersebut. Apalagi, upaya percobaan penangkapan Novel terjadi, tak lama memimpin penggeledahan dugaan korupsi di Korps Lalu Lintas Mabes Polri, belakangan menyeret Irjen Djoko Susilo.
Kasus terakhir ini, lanjut Haris, Sutarman sebagai orang nomor satu yang bernegosiasi dengan penyidik KPK, yang kala itu melakukan menggeledah Korlantas. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi akhirnya memvonis 10 tahun penjara Djoko Susilo yang kemudian mengajukan banding.
Catatan positif Kontras, kepada Sutarman saat menjadi Kapolda Metro Jaya, berhasil mengungkap dan menangkap pelaku peledakan bom buku di Utan Kayu, dengan pelaku Pepi Cs. "Sebagai Kabareskrim, Sutarman mampu menyelesaikan kasus perusakan mini market dengan pelaku Syarief Cs, pelaku bom bunuh diri di Mapolresta Cirebon," tambahnya.