TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK) rawan untuk digugat.
Wakil Ketua MK, Hamdan Zoelva, mengatakan masyarakat yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan Perppu tersebut bisa mengajukan uji materi (judicial review) ke MK bahkan sebelum disahkan menjadi undang-undang di DPR.
"Mungkin saatnya nanti potensial diuji materi warga negara karena kita tidak bisa menghalangi warga negara yang dirugikan haknya mengajukan uji materi Perppu dan PUU (pengujian undang-undang)," ujar Hamdan di MK, Jakarta, Jumat (18/10/2013).
Hamdan sendiri mengaku telah memiliki pendapat akan Perppu tersebut. Namun karena hakim tidak bisa memberikan pendapat akan perkara yang akan diadili, Hamdan menolak untuk menjawab.
"Saya sudah punya pendapat pribadi akan hal itu. Sebagia hakim yang akan mengadili perkara konstitusional dan PUU kita tidak ingin memberi pendapat lebih dulu tentang materi Perppu," kata Hamdan.
Walau enggan mengomentari terlalu jauh, namun setidaknya Mahkamah sudah mengatakan ada pertentangan isi Perppu terkait dengan pembentukan majelis kehormatan permanen dengan dewan etik yang akan dibentuk MK.
"Kami juga tetap akan melanjutkan pembahasan dan rumuskan dewan etik yang kami sudah sampaikan kepada publik sejak beberapa hari lalu untuk dimatangkan dan Insya Allah anggak lama akan kami keluarkan dalam bentuk peraturan MK. Kami rasa ini penting saat ini karena masih kekosongan sebelum ada implemetasi Perppu terkait pelaksanaan," ujar Hamdan.
Terkait adanya tumpang tindih tersebut, Hamdan mengaku telah mengagendakan pertemuan dengan Presiden SBY melalui Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto untuk membahas Perppu MK.