Oleh Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
RAMAI, bising dan banyak kepulan asap putih dari masakan, mungkin hampir setiap hari kerja menghiasi deretan warung-warung tenda di Jalan Rasuna Said, Kavling C 1, Jakarta Selatan, setelah masuk jam makan siang.
Suara lalu lalang kendaraan dan petik gitar para pengamen, seakan beradu lebih cepat masuk ke telinga-telinga pengunjung warung yang banyak berasal dari karyawan kantor-kantor sekitar.
Suara sendok yang menyentuh piring makan, serta pengasong yang menawarkan barang dagangnya ke para penikmat kuliner warung di pinggiran kali itu pun ikut mewarnai riuhnya tempat makan sederhana tersebut, tak terkecuali hari ini, Jumat (1/11/2013).
Warung-warung tenda itu berada tepat di samping pagar Gedung KPK. Tak sedikit juga pemangku jabatan strategis di lembaga superbody pimpinan Abraham Samad Cs itu makan di warung-warung tersebut.
Seperti terlihat awak Tribunnews.com siang itu. Bebaju koko dan bercelana bahan panjang warna coklat, tampak Jaksa senior KPK bernama Muhibuddin asik menyantap makanannya di sebuah warung tenda khas masakan Sunda. Dia tak sendiri, melainkan ditemani seorang pegawai KPK lainnya.
Selesai menyantap makannya, Ketua tim Jaksa perkara dugaan suap kuota impor daging sapi yang telah menjerat Luthfi Hasan Ishaaq dan Fathanah itu, masih menyempatkan diri berbicang dengan koleganya. Sesekali dia menjawab sapaan-sapaan awak media yang juga makan di sebelah warung tak bersekat itu.
"Bagus mainnya," kata Jaksa Muhib.
Ucapannya itu menanggapi permainan sebuah 'grup' pengamen yang terdiri dari tiga orang beralat musik kombinasi antara biola dan gitar. Sejumlah grup musik jalanan seperti ini memang silih berganti menyusuri tiap warung tenda yang ada di kawasan itu.
Mendapat pujian dari sang jaksa senior, para pengamen hanya tersenyum seraya meneruskan lagunya.
Setelah lagu habis, ketiga anak muda itu mulai memintakan fee atas jasanya. Beda dengan pengunjung lain yang memberikan uangnya, Jaksa Muhib yang sedang menghabiskan sebatang rokok kreteknya, justru menawarkan mereka itu untuk makan siang.
"Kalian sudah makan? makan dulu kalau belum, saya traktir," ujarnya lalu memanggil pemilik warung. Namun, ketiganya kompak menjawab sudah.
"Terima kasih pak," kata salah seorang pengamen itu, lalu duduk di pelataran depan warung rokok milik seorang ibu, berjarak dua meter dari warung Sunda tadi. Sembari menghisap rokok, mereka kembali memainkan alat musiknya lagi.
Jaksa Muhib juga kembali berbicang dengan teman makannya. Selang tiga menit setelah itu, Jaksa Muhib yang kebetulan duduk di bangku paling dekat jalan raya di warung itu, kembali disapa seorang bocah perempuan dengan rambut terkuncir dua. Dewi (bukan nama sebenarnya) yang mengenakan sandal jepit warna biru, mencoba menawarkan barang dagangannya ke Jaksa Muhib.
"Kamu dagang apa nak?" Tanya Muhib kepada perempuan kecil tersebut.
"Ini," jawabnya sembari menyodorkan barang dagangannya.
Dari jarak kurang lebih satu meter, penulis melihat barang dagangan tersebut berupa mainan puzzle berbahan karton dengan gambar senjumlah tokoh kartun di film anak-anak, seperti 'Donal Bebek' dan 'Naruto'. Tidak besar ukurannya. kira-kira hanya satu jengkal jari orang dewasa.
"Berapa harganya?" tanya Muhibuddin tersenyum.
"Satu Rp10 ribu, kalau ambil dua Rp 15 ribu," kata Dewi lalu menggigit-gigit ujung bawah bajunya yang disikapkan. Sesekali Dewi melihat sekitar isi warung dari lokasi dirinya berdiri.
"Nih, bapak beli dua ya," kata Jaska Muhib menyodorkan pecahan Rp 5.000 sebanyak tiga lembar.
"Eh Kamu umurnya berapa?" Tanya Muhib, yang dijawab Dewi hanya dengan mengangkat 5 jarinya.
"Kok sendirian. Memang rumahnya dekat sini ya? Tanya Jaksa Mubib lagi. "Di Pulo Gadung," jawab Dewi yang membuat Jaksa Muhib langsung mengerutkan dahinya.
Pulo Gadung merupakan satu di antara kecamatan di Jakarta Timur. Sementara tenda-tenda makan ini berada di Jakarta Selatan.
"Kamu pulang saja sudah mau sore, besok sekolah kan? kalau kamu pulang, nanti bapak tambahin uangnya?" kata Jaksa Muhib.
Namun, Dewi yang masih memegang cukup banyak dagangannya itu, hanya menjawab, "Terimakasih pak" lalu tersenyum. Ia segera beranjak dan berjalan pelan ke tenda-tenda makan lainnya.
Sesaat setelah berjalan, Jaksa Muhib masih menyarankan untuk Dewi pulang saja. Tapi Dewi yang menegok ke belakang, hanya tertawa Kecil tanpa menjawab apa-apa. Melihat itu, Jaksa Muhib berdiri bangkunya dan menghela nafas.
"Kasihan ya. Itulah padahal kita punya Dinsos di Jakarta, tapi sulit tercover yang seperti itu. Masih lima tahun sudah jauh dia dagang ke sini, super baget kan," kata Jaksa Muhib kepada teman-teman wartawan yang melihat peristiwa itu dari bangku makannya.
"Tapi memang sulit juga, kalau korupsi sudah menjamur dimana-mana. Mudah-mudahan, itu yang Densus Antikorupsi itu nantinya bisa menuntaskan korupsi-korupsi di instansi yang sentuhan langsung dengan sosial masyarakat," kata Jaksa Muhib lalu berpamitan dengan para wartawan untuk masuk kantor lagi.
"Saya duluan ya," katanya lalu berjalan.
Di jalan, Muhib terlihat masih memberhentikan langkahnya di depan para pengamen Biola tadi. Tak tahu apa yang dibicarakan, setelah di ujung pembicaraan, Muhib dan para pengamen itu saling tertawa. Tidak lama dari itu, dia kembali berjalan menuju kantor KPK.