TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Komunikasi Yustiman Ihza mengatakan bahwa kepemilikan saham asing terhadap industri komunikasi di tanah air perlu diperhatikan lebih serius.
Hal ini sesuai dengan teori ilmu komunikasi bahwa 'information is power', artinya siapa yang menguasai dan memiliki informasi akan memiliki kekuasaan untuk mengawasi.
Pernyataan tersebut menanggapi adanya penyadapan yang dilakukan pemerintah Australia terhadap presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menurutnya, kasus penyadapan ini menjadi bahan evaluasi pemerintah dalam menata kepemilikan asing dalam industri komunikasi.
"Akses utama saluran komunikasi internasional melalui pemerintah Singapura yang dimilki operator SingTel dan Kementerian Pertahanan menjadi elemen kunci dalam ekspansi intelijen Australia dan Singapura dan 15 tahun terakhir," ujar Yustiman dalam pernyataannya, Kamis(28/11/2013).
SingTel selama ini diketahui adalah pemilik saham PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) sebanyak 35 persen. Telkomsel adalah operator dengan jumlah pelanggan terbesar di Indonesia.
Karena itulah kata Yustiman keterlibatan operator seluler patut diselidiki dalam aksi penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan orang-orang terdekatnya. Info terbaru menyatakan penyadapan dilakukan melalui kabel telekomunikasi yang memanjang dari Asia hingga Eropa.
Diberitakan Sidney Morning Herald, Inggris melalui pusat komunikasi pemerintahnya mengumpulkan semua data dari dan ke Inggris dan Eropa Utara melalui kabel SEA - ME - WE – 3. Kabel tersebut memanjang dari Jepang, melalui Singapura, Djibouti, Suez dan Selat Gibraltar ke Jerman Utara.
Australia terhubung SEA - ME - WE - 3 dengan link dari Singapura yang menuju ke Perth. Australia mengakses berbagai data komunikasi melalui kabel bawah tanah yang ada di Tuas, sisi barat Pulau Singapura.