News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemerintah Perlu Pertimbangkan Keluar dari WTO

Penulis: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivis Gerakan Rakyat Lawan Neokolonialisme-Imperialisme (Gerak-Lawan) berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2013). Aktivis mengecam kebijakan pemerintah SBY melalui menteri perdagangan, yang mendorong ke pasar bebas sehingga menguntungkan negara maju melalui pertemuan tingkat menteri ke 9 organisasi perdagangan bebas (WTO) di Bali. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PBNU meminta pemerintah untuk mendukung sikap India yang tidak ingin menegoisasikan masalah cadangan pangan demi membela kepentingan nasional, melindungi rakyat untuk mendapatkan harga pangan yang murah.

Hal itu ditegaskan KH. Abbas Mu’in dalam keterangan tertulisnya pada wartawan di Jakarta, Jumat (6/12/2013) malam menyikapi pelaksanaan Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization (KTM WTO) ke-9 di Nusa Dua, Bali.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berkewajiban mengingatkan pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan Gita Wiryawan untuk tidak mengeluarkan atau menghasilkan kesepakatan yang merugikan petani. Khususnya terkait agenda pencabutan subsidi pertanian.

"Karena itu pemerintah perlu mempertimbangkan keluar dari WTO karena banyak madharatnya daripada manfaatnya," katanya.

Menurut KH. Abbas Mu’in, bagi rakyat Indonesia, lebih bermanfaat kalau KTM WTO Bali tidak menghasilkan kesepakatan. Gita Wiryawan jangan berbuat naïf untuk mengikuti keinginan negara Barat. Padahal mereka bertahun-tahun mempertahankan subsidi untuk petaninya.

“Jadi, jangan mengorbankan kepentingan rakyat untuk mendapatkan pujian karena mempertahankan kesepakatan internasional,” tegasnya.

Menurut KH. Abbas, Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia dengan 250 juta yang sebagian besar masih mengandalkan sektor pertanian. Persaingan dengan produk pangan impor akan berakibat pada matinya petani Indonesia yang memiliki daya saing lebih rendah. Indonesia bahkan harus tampil sebagai pemimpin yang memperjuangka kepentingan negara berkembang.

Untuk keanggotaan Indonesia di WTO, selama ini WTO diharapkan PBNU, lebih menguntungkan negara-negara dengan suprastruktur pertanian, teknologi dan jaringan yang kuat, dan merugikan negara berkembang seperti Indonesia. Karena itu sudah seharusnya pemerintah RI mempertimbangkan keluar dari keanggotaan WTO.

PBNU memandang bahwa dari aspek kepentingan masyarakat, keanggotaan Indonesia di WTO lebih banyak madharat-negatifnya daripada manfaatnya.

“Indonesia lebih baik menggunakan pendekatan hubungan bilateral dalam hal perdagangan tanpa harus bergantung dan terikat dengan WTO,” kata KH. Abbas.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini