Laporan Wartawan Warta Kota, Willy Pramudya
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai praktik pemberian amplop atau suap dalam skala kecil maupun besar atas nama apapun dapat merusak profesionalisme jurnalis dan merendahkan martabat profesi jurnalis. Selama ini praktik pemberian amplop kepada wartawan telah berdampak pada lunturnya independensi dan sikap kritis jurnalis.
Pernyataan tersebut dikemukakan terkait dengan dukungan AJI terhadap langkah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang telah meminta Biro Humas Provinsi Jawa Tengah untuk menghapus anggaran yang biasa diberikan dalam bentuk uang kepada wartawan yang meliput kegiatan pemprov tersebut. Uang seperti itu lazim disebut amplop.
"Wartawan penerima amplop cenderung mendukung kepentingan pihak pemberi amplop bahkan menjadi corong atau alat propaganda sehingga pemberitaan menjadi bias dan media pun kehilangan kredibilitas serta kepercayaan publik," tegas Ketua AJI Indonesia Eko Maryadi dalam pernyataan sikap AJI Indonesia yang dikeluarkan di Jakarta, Minggu (8/12/2013).
Selanjutnya dikatakan, untuk mendukung pemerintahan yang bersih, mendorong peliputan media yang independen, bebas dari campur tangan narasumber, AJI Indonesia meminta pemerintah dan pihak mana pun untuk menghentikan berbagai praktik suap, baik berupa uang amplop atau hadiah seperti voucher dan doorprize kepada jurnalis.
"Bantuan yang paling berarti bagi jurnalis dari pihak luar ialah sikap transparan, informatif dan menghormati jurnalis sebagai profesi yang mewakili publik," tegas AJI.
AJI Indonesia menyerukan agar pemprov lain di Indonesia mencontoh langkah Gubernur Jawa Tengah dalam memberantas praktik amplop dan suap kepada wartawan yang di Indonesia sudah berlangsung puluhan tahun itu. AJI meminta semua kementerian, lembaga negara, dan pemerintah sejak tingkat pusat hingga daerah unutk menghapus anggaran bagi wartawan yang bersumber dari APBN/APBD.
"Setiap jurnalis berkewajiban meliput beragam peristiwa untuk diberitakan, tanpa harus meminta imbalan uang transpor atau biaya kehumasan. Kewajiban memenuhi kesejahteraan jurnalis adalah tanggung jawab perusahaan media masing-masing, bukan pemerintah atau pihak luar yang punya kepentingan mengontrol media," tegas AJI.
Melalui pernyataan itu AJI juga mendesak pemilik perusahaan media yang mempekerjakan jurnalis agar memberikan upah layak bagi jurnalis serta memenuhi kesejahteraan karyawannya. Upah layak harus diberikan agar jurnalis dapat menjalani tugasnya secara profesional dan independen, sesuai Kode Etik Jurnalistik.
"AJI meyakini apabila upah layak jurnalis diterapkan di semua media, maka praktik suap, amplop, dan bentuk-bentuk lainnya akan hilang," demikian akhir dari pernyataan sikap AJI. (wip)