Laporan Wartawan Tribunnews.com, Arif Wicaksono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Demokrat, Nurhayati Ali Assegaf mengatakan, Ibu Negara Kristiani Herawati, atau yang lebih dikenal Ibu Ani Yudhoyono, tidak pernah mencampuri urusan pemerintahan apalagi mengintervensi keputusan-keputusan presiden Susilo Bambang Yudhoyono seperti yang diberitakan baru-baru ini.
"Selama ini saya dekat dengan beliau, saya pikir Ibu Ani sangat tahu kapasitasnya. Selama ini beliau hanya mendampingi sebagai istri Presiden, tidak lebih dari itu," ujar Nurhayati dalam keterangannya di Jakarta, (19/12/2013).
Nurhayati pernah menjadi Staf Khusus Ibu Negara Republik Indonesia Ani Susilo Bambang Yudhoyono selama periode 2004-2009.
"Selama saya menjadi staf khusus Ibu Ani, saya melihat dan meyakini beliau tahu batasan mana yang menjadi tugas dan kewajibannya sebagai Ibu Negara," kata Nurhayati.
Nurhayati menegaskan, tidak hanya dirinya yang berani menjamin bahwa Ibu Ani bukanlah person seperti diberitakan selama ini.
"Beberapa hari ini saya mendengar pernyataan pejabat yang pernah duduk di kabinet Presiden SBY. Anda lihat saja sekaliber Pak JK pun membantah kalau Ibu Ani suka intervensi pemerintah. Coba anda tanya juga yang lain, jawabannya pasti sama," tutur Nurhayati.
Nurhayati mengatakan, pemberitaan media Australia mengenai temuan wikileaks sama sekali tidak benar.
Sebelumnya The Australia memberitakan temuan wikileaks mengenai sebuah kawat diplomatik dikirim dari Kedutaan Australia di Jakarta kepada diplomat Amerika Serikat di Canberra dan CIA.
Wikileaks mendapat salinan kawat diplomatik yang berjudul "A Cabinet of One - Indonesia's First Lady Expands Her Influence".
Di dalamnya, berisi peranan Ani Yudhoyono yang sudah tiga tahun menjadi first lady. "Ibu Negara dianggap sebagai orang yang paling berpengaruh terhadap Presiden SBY. Ya memang karena dia istrinya, tapi tidak lebih dari itu." Jelasnya.
Nurhayati menambahkan, Ibu Ani hanya menjalankan tugas-tugas kenegaraan yang menjadi wewenangnya sebagai Ibu Negara.
Nurhayati menganggap pemberitaan media Australia tersebut merupakan upaya pengalihan isu penyadapan yang terjadi pada tahun 2009 silam.