Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nicolas Timothy
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto mengatakan, pihaknya tidak akan memberikan ruang bagi kadernya yang terindikasi melakukan korupsi maupun suap, termasuk Ketua Dewan Pengarah Bapilu Partai Hanura Bambang Wiratmadji Soeharto yang terindikasi suap.
"Begitu ada indikator terlibat saja kami sudah menonaktifkan untuk bersihkan dirinya," ujar Wiranto usai mengikuti peringatan HUT Ke-7 Partai Hanura yang digelar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Sabtu (21/12/2013).
Wiranto mengatakan, partainya tidak akan pernah memberikan toleransi kepada korupsi untuk dapat berkembang biak, apalagi di dalam tubuh partai itu sendiri.
Wiranto yang juga mantan Pangkostrad di masa pemerintahan Presiden ke-2 RI, Soeharto ini menegaskan tidak akan pandang bulu dalam rangka memberantas korupsi yang sudah merajalela ini.
"Karena itu harus diselesaikan tanpa pandang bulu, apakah itu pejabat tingkat mana, anak pejabat, saudara pejabat, punya reputasi. Kalau sudah terlibat korupsi, itu sebenarnya sama di depan hukum," kata Wiranto.
Atas dugaan kasus suap tersebut, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi telah menyita sejumlah dokumen dalam penggeledahan di kediaman Ketua Dewan Pengarah Bapilu Partai Hanura Bambang Wiratmadji Soeharto di Jalan Intan, Nomor 8, Cilandak, Jakarta. Penggeledahan dilakukan sejak Selasa (17/12/2013) pukul 19.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB.
"Sejumlah dokumen disita oleh penyidik," kata Juru Bicara KPK Johan Budi melalui pesan singkat, Rabu (18/12/2013).
Dokumen-dokumen tersebut selanjutnya akan diteliti KPK sebagai barang bukti tambahan dalam penyidikan kasus dugaan suap kepengurusan perkara pemalsuan dokumen lahan di Lombok. Kasus dugaan suap ini melibatkan Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Subri dan pengusaha Lusita Ani Razak.
Adapun Lusita diduga sebagai anak buah Bambang di PT Pantai Aan. Dia tertangkap tangan bersama Subri di kamar sebuah hotel di Lombok karena diduga terlibat transaksi suap dengan barang bukti uang dalam lembaran dollar AS dan rupiah yang nilainya sekitar Rp 213 juta.
Diduga, pemberian suap berkaitan dengan penanganan perkara pemalsuan dokumen lahan di Selong Belanak, Praya Barat, Lombok Tengah. Kasus pemalsuan ini bergulir di Pengadilan Negeri Praya dengan Sugiharta alias Along sebagai terdakwanya. Kasus ini berawal dari laporan Bambang yang menuduh Sugiharta mencaplok lahan PT Pantai Aan.