News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ratu Atut Tersangka

Mestinya Atut Mencontoh Kebesaran Hati Andi Mallarangeng

Editor: Gusti Sawabi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai diperiksa penyidik di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (20/12/2013). Atut ditahan terkait dugaan suap kepengurusan sengketa Pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi (MK) dan pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

Tribunnews.com, Serang — Pengamat ekonomi politik Universitas Tirtayasa, Dahnil Anzar, menilai, penahanan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah merupakan langkah awal bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar sejumlah kasus korupsi besar di Banten. Namun, KPK harus menggandeng aparat kepolisian dalam mengungkap kasus korupsi yang terjadi di Banten.

Dahnil mengatakan, kasus korupsi yang terjadi di Banten tak sekadar kasus korupsi yang kini tengah ditangani KPK. Akan tetapi, masih banyak kasus korupsi yang sebetulnya terjadi baik di level birokrasi, legislatif, maupun pengusaha.

"Penahanan Atut mengonfirmasi hadirnya dinasti rente atau politik rente di Banten. Dan penahanan Atut tidak berarti akan menghapus politik dinasti rente korupsi di Banten," kata Dahnil melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Jumat (20/12/2013).

Dahnil mengatakan, sebelum mencuat ke permukaan, sejumlah elemen masyarakat telah melaporkan dugaan praktik korupsi oleh Ratu Atut ke KPK. Setidaknya, lebih dari 1.000 laporan yang belum ditindaklanjuti oleh KPK. Banyaknya laporan tersebut, kata Dahnil, tentu saja tidak akan mampu ditangani KPK sendiri.

KPK perlu menggandeng kepolisian dan kejaksaan yang memiliki kompetensi untuk menangani kasus korupsi. Sinergi penanganan korupsi di ketiga lembaga tersebut diyakini akan dapat menyelesaikan semua persoalan korupsi yang terjadi di Banten.

"Dibutuhkan peran aktif aparatur hukum lain karena kasus korupsi yang terjadi di Banten yang dilaporkan ke KPK saja sudah lebih dari 1.000 kasus," ujarnya.

Sementara itu, ia mengimbau Ratu Atut sebaiknya mundur dari jabatannya sekarang untuk menyelesaikan persoalan hukum yang menjeratnya. Terlebih lagi, sikap tersebut seharusnya sudah dapat ditunjukkan Ratu Atut ketika KPK menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus ini. Kendati demikian, ia menyadari bahwa secara hukum, Ratu Atut masih berhak menduduki jabatan sebagai gubernur Banten. Ia harus mundur ini ketika ia menjadi terdakwa.

"Kebesaran jiwa Andi Malarangeng ketika ditetapkan sebagai tersangka yang kemudian mundur agaknya perlu dicontoh Atut. Dengan mengambil sikap mundur, saya kira Atut memberi contoh yang baik kepada publik di tengah berbagai tuduhan tidak baik kepadanya," tandasnya.

Sebelumnya, KPK menahan Ratu Atut seusai pemeriksaan selama enam jam, Jumat. Selanjutnya, Ratu Atut ditahan di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta.

"Ditahan selama 20 hari pertama," kata Juru Bicara KPK Johan Budi.

Dalam kasus ini, Atut terlibat sejak awal dengan ikut mengondisikan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, yang lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka sehubungan dengan kasus mantan Ketua MK Akil Mochtar. Atut merupakan salah satu Ketua DPP Partai Golkar, sementara Akil sebelum menjadi hakim konstitusi juga anggota DPR dari Partai Golkar.

KPK bahkan menduga perintah penyuapan datang dari Atut kepada Wawan yang merupakan tim sukses pasangan Amir-Kasmin. Atut diduga punya kepentingan agar pasangan Amir-Kasmin menang dalam Pilkada Lebak. KPK juga menduga Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ikut terlibat penggelembungan dana dalam pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini