TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komplotan terduga teroris, Nurul Haq dan Abu Roban telah membelanjakan dana sekitar Rp 1,8 miliar untuk pengadaan bahan-bahan peledak termasuk senjata api dan peluru. Dana itu didapat dari hasil kejahatan seperti merampok toko emas, toko handphone dan bank.
Mereka masuk dalam komplotan pelaku perampokan toko Emas, toko handphone dan uang di sejumlah cabang BRI di Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Lampung serta Kantor Pos Giro sepanjang 2012. Uang tersebut akan dipakai untuk mengacaukan kegiatan jalannya proses pilpres 2014.
"Uang hasil rampokan cabang BRI sebanyak Rp 1,8 miliar telah digunakan untuk belanja bahan- bahan pembuatan bom, pembelian 21 pucuk senjata api jenis revolver, FN 11, dan laras panjang M1 US Carraben satu pucuk dan amunisinya sebanyak 1.905 butir," ujar pengamat intelijen dan terorisme Dynno Chressbon kepada Tribunnews.com, Rabu (1/1/2014) malam.
Rincian ribuan peluru yang telah dibeli adalah peluru FN 400 butir, revolver 505 butir, kaliber 5,56 mm 900 but ir, peluru untuk M1 US Carraben 100 butir. Sisanya ditransfer ke Santoso di Poso dan Abu Uswah untuk kegiatan teror di Makasar, Bima dan Ambon.
Menurut Dynno, pengungkapan kelompok terduga terorisme di Ciputat Tangeran Selatan, Banten, pada malam Tahun Baru 2014 kemarin, bermula dari penangkapan tersangka Anton alias Septi (25) oleh Densus 88 Antiteror Polri di RT 04/01, Desa Alasmalang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas, Senin (30/12/2013).
Menurut pengamat Intelijen dan Terorisme Dynno Chressbon, Anton satu jaringan dengan Nurul Haq, anggota halaqah Ciledug, Banten, yang terhimpun dalam Kumpulan Mujahidin Indonesia Barat. Nurul Haq salah satu korban tewas dalam baku tembak dengan Densus di Ciputat, dua hari lalu.
Setelah pimpinan mereka Muhammad Ichwan alias Zulfikar alias Abd ullah alias Abu Omar alias Indra Kusuma alias Andi Yunus alias Nico Salman dibekuk di Perumahan Griya Waringin, Bogor, pada Senin 4 Juli 2011, kelompok ini beralih ke tangan Abu Roban.
Abu Roban lah yang menggantikan Abu Omar, sekaligus bertanggungjawab mendukung aksi-aksi anggota Kumpulan Mujahidin Indonesia Timur yaang dipimpin Santoso dan Kumpulan Mujahidin Indonesia Tengah yang dipimpin Abu Uswah.
Jaringan Kumpulan Mujahidin Indonesia Barat-Tengah-Timur, dipimpin langsung Fadli Sadama, sebagai pimpinan Kumpulan Mujahidin Indonesia (KMI). Fadli Sadama inilah yang sempat kabur dari LP Tanjunggusta Medan dan ditangkap baru-baru ini di Malaysia.
Kemudian Autad Rawa (masih buronon) ditugaskan mengonsolidasikan aksi gabungan untuk menembak polisi di Jakarta, meneror Vihara dan Kedubes Myanmar. Seperti kita tahu, ledakan bom terjadi di Vihara Ekayana Jalan Mangga I Nomor 8 RT 08/08 Kelurahan Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Minggu 4 Agustus lalu.
Sefariano alias Mambo adalah pembuat bom kelompok teroris yang berencana meledakkan Kedubes Myanmar pada tanggal 2 Mei 2013 lalu. Dia bersama Ovie, tersangka lain ditangkap tim Densus 88 Antiteror pada sekitar pukul 21.00 WIB hari itu juga di Jalan Jenderal Sudirman sebelum sempat melancarkan aksinya.
Mereka berencana mengebom Kedutaan Besar Myanmar, Jumat 3 Mei. Tersangka lainnya, Muhammad Syaiful Syahbani, alias Syaiful, ditangkap Jumat (9/8) di sebuah hotel di Yogyakarta.
Teror terhadap Myanmar dan tempat peribadatan umat Budha terjadi sejak meningkatnya konflik yang mengakibatkan terusirnya etnis penganut Muslim di Rohingya, Myanmar.
Kelompok Kumpulan Mujahidin Indonesia (KMI) pimpinan Fadli Sadama, menamakan gerakan terornya sejak tahun 2011 "Sariyatu Tsa'riwa Dawaa". Targetnya antara lain Kedubes Singapura dan Kedubes Miyanmar.
Apakah masih mengarah ke sosok politisi/pemimpin tertentu? Target mereka adalah orang yang mereka anggap Toghut bisa berarti setan, atau orang yang telah berbuat zalim. Kelompok Fadli Sadama masih tetap mengincar thogut versi mereka yakni Presiden, anggota Polri, Menteri, Anggota Dewan, Capres/Cawapres. Domu D Ambarita/Tribunnews