TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara Anas Urbaningrum, Firman Wijaya, menilai kesaksian Muhammad Arief Taufiqurrahman, manajer Pemasaran Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya, yang menyatakan kliennya kecipratan uang Rp 2,2 miliar, sangat mentah. Sebab, menurut Firman, kesaksian itu tak terkonfirmasi kepada Anas.
"Saya pikir mentah fakta-fakta tadi. Tidak terkonfirmasi jelas konkret kepada Mas Anas. Menurut saya inilah yang justru jadi pertanyaan kami kalau dasar pembuktian di kasus ini itu tinggi. Buat apalagi Mas Anas dimintai keterangan?" kata Firman di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/1/2013).
Firman sendiri sengaja hadir menyaksikan sidang terdakwa Hambalang, Deddy Kusdinar. Dalam kesaksiannya, Arief menyatakan pernah diperlihatkan penyidik KPK, beberapa kwitansi perusahaannya menyetor Rp 2,2 miliar ke tim pemenangan Anas, saat kongres di Bandung 2010.
Menurut Firman, kwitansi-kwitansi itu seharusnya terkonfirmasi ke Anas saat penyelidikan atau penyidikan kasus gratifikasi Hambalang. Namun, sampai saat ini, kata Firman, tidak ada konfirmasi tersebut dari penyidik KPK. Terlebih, kwitansi bukan suatu alat bukti yang utama dalam hukum pidana.
"Sekarang kan kasus pidana lebih pada pembuktian materil. Bon itu hanya konteks perdata kepada pihak siapa yang dimaksud. Harus ada tandatangannya," kata Firman.
Menurut Firman, tanda tangan dimaksud yakni tanda tangan Anas sebagai pihak yang menerima uang tersebut. Bukan hanya tanda tangan pemberi di kwitansi tersebut.
"Harus begitu dong. Makanya saya bilang harus ada pembuktian langsung. Ini zero evidence. Mana pembuktiannya. Pada sisi lain kami akan menghormati kalau Mas Anas besok (Selasa) akan diperiksa," kata Firman.