TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan menindak para pengemplang pajak yang diduga kuat melakukan tindak pidana perpajakan.
Beberapa di antara penindakan berupa penahanan terhadap tersangka MDA oleh Penyidik Pajak Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan dan penahanan terhadap tersangka MM alias MR oleh Penyidik Pajak Direktorat Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Kismantoro Petrus mengungkapkan MDA ditahan mulai tanggal 8 Oktober 2013 karena diduga telah melakukan tindak pidana perpajakan sesuai Pasal 39A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
MDA disangka secara sengaja menerbitkan Faktur Pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Kismantoro menjelaskan, dalam menjalankan operasinya, MDA memanfaatkan dua perusahaan, PT BLM yang terdaftar pada KPP Pratama Tebet dan PT ACU yang terdaftar pada KPP Pratama Bekasi Selatan, untuk menerbitkan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
"Nilai kerugian negara terkait kasus ini diperkirakan mencapai sekurang-kurangnya Rp 12 miliar," ujar dia kepada Tribunnews.com, melalui keterangan tertulisnya, Kamis (16/1/2014).
Selain itu, lanjutnya, dari pengembangan kasus ini, telah ditetapkan tiga orang tersangka lainnya, yaitu DvH, DnH dan YF. Saat ini, berkas penyidikan atas MDA dan DvH telah dinyatakan lengkap (P21) oleh pihak Kejaksaan Agung untuk kemudian dapat dilakukan penuntutan.
Adapun tersangka MM alias MR ditahan sejak tanggal 30 Oktober 2013. MM alias MR diduga kuat telah dengan sengaja menerbitkan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya melalui PT CAP dan PT CBT selama kurun waktu tahun 2010 sampai 2013.
Disebutkan, untuk melancarkan aksinya, MM alias MR membuat identitas palsu dan akta notaris palsu. Bahkan rekening bank juga dibuat dengan menggunakan identitas palsu. Estimasi kerugian negara yang diakibatkan mencapai Rp 55 miliar.
Atas perbuatan tersebut, MM alias MR diklasifikasikan melakukan pelanggaran Pasal 39A huruf A yo Pasal 43 Undang-Undang KUP, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak.
Kismantoro menyebut, dari kedua kasus tersebut, Ditjen Pajak menemukan pola transaksi dan aliran uang hasil penjualan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya sehingga dapat juga dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Oleh karena itu, imbuhnya, Ditjen Pajak saat ini berkoordinasi dengan PPATK dan KPK untuk melaksanakan penyidikan TPPU dengan predicate crime Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Selain itu, menurut dia, Ditjen Pajak juga meminta masyarakat untuk berperan aktif dalam membantu memberantas peredaran Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dengan cara mencermati dokumen transaksi dari lawan transaksinya dan melakukan konfirmasi atas Faktur Pajak Masukan yang diterimanya.