TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PA, mengapa sepertinya Ayah yang terus jadi bulan-bulanan. Sepertinya Ayah pula yang paling bersalah dan paling bertanggung jawab. Kami sekeluarga sungguh menderita dengan apa yang disampaikan oleh pers dan media kita. Sementara yang lain sedikit sekali jadi bahan pembenritaan. Apa begini ini adil Pa?
Itulah keluhan Aniisa Pohan, menantu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga putri Aulia Pohan, seperti tertulis dalam buku Selalu Ada Pilihan. SBY menulis perasaan hati istri Mayor Inf Agus Harimurti (putra sulung) dalam sub-bab berjudul Keluarga dan Teman Pun Ikut Jadi korban.
Menurut SBY, Anisa memanggil SBY dengan sebutan papa, sedangkan Aulia Pohan (ayah Anisa) dipanggil ayah. Pada 2008 lalu, Aulia Pohan, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), tersandung masalah korupsi dan dijaring sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mahkamah Agung menjatuhkan vonis 3 tahun penjara
Dalam sub-bab itu secara panjang lebar SBY menceritakan berbagai fitnah, tudingan, serta gunjingan kepada keluarganya. "Tampaknya, disamping saya, Ibas lah yang paling sering dihujani fitnah dan pergunjingan. Seperti tak ada habis-habisnya. Istri saya sering menitikkan air matanya mendengar betapa tiada hari tanpa fitnah bagi Ibas," tulis SBY.
Fitnah terhadap Ibas, panggilan akrab Edhie Baskoro, di antaranya menerima aliran dana dari Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat yang terlibat kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang dan sejumlah kasus lain. Menurut SBY, Nazaruddin telah membatah dan menyatakan tidak pernah memberikan dana kepada Ibas.
"Saya diberi tahu oleh sejumlah orang yang dekat dengan Nazaruddin, bahwa ia (Nazaruddin) dibujuk untuk mengatakan bahwa Ibas terima aliran dana Hambalang. Nazaruddin juga diminta untuk membenarkan apa saja yang akan dikatakan oleh seseorang yang tengah dijadikan tersangka oleh KPK karena tuduhan korupsi, dengan imbalan dana yang amat besar," tambah SBY.
Ada sejumlah saksi yang ikut mendampingi SBY ketika orang dekat Nazaruddin memberikan informasi tersebut kepadanya. "Dia datang atas kemauan sendiri, karena katanya hatinya terusik mengetahui adanya rencana gerakan yang tidak baik dan membayakan," ujar SBY.
Sedang seorang lainnya juga mengatakan kepada SBY bahwa sejak awal Nazaruddin tidak pernah mengatakan Ibas terima uang darinya. "Nama orang-orang itu saya simpan baik-baik, untuk kebaikan mereka. Tentu, apabila sangat diperlukan akan saya buka ke publik," tulis SBY di halaman 252 bukunya.
Pria kelahiran Pacitan, Jawa Timur, tersebut selanjutnya mengungkapkan fitnah yang muncul di hari tahun baru Islam, 1 Muharram 1435 Hijriah.
"Ia dihajar di media sosial, termasuk dibikin karikaturnya, yang menyatakan Ibas tidak pernah menggunakan baju lengan pendek karena tangannya penuh tato. Dikatakan pula ada gambar salib di lengannya. Bahkan yang lebih kejam lagi, diberitakan tangan Ibas penuh goresan silet, menggambarkan bahwa ia mengonsumsi narkoba," ungkap presiden ke-6 Ri tersebut.
Berikutnya, pada 9 Desember 2013, bertetapatan dengan Hari Antikorupsi se-Dunia, Ibas kembali mendapat serangan. Di Jakarta muncul sejumlah spanduk gelap, intinya mendesak KPK menangkap Ibas karena dianggap terlibat kasus korupsi proyek pembangunan kompleks olahraga di Hambalang, Bogor.
"Memang sudah cukup lama saya mendengar dari pihak-pihak yang selama ini bisa dipercaya ucapannya bahwa ada gerakan untuk salah tidak salah Ibas harus diperiksa KPK. Panggil dan periksa dulu, hasilnya urusan belakang," kata SBY.
Bukan hanya itu saja, SBY menerima informasi gerakan tersebut sudah masuk ke elemen tertentu di KPK. Namun ia meragukan informasi yang menggambarkan ada elemen di tubuh KPK yang ikut bermain. "Saya sangat tidak percaya. Hal begini bisa mengadu domba saya dengan KPK," tegasnya.