TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah menilai ada kesan amatiran soal somasi yang dilayangkan oleh Tim Advokat dan Konsultan Hukum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan keluarga kepadanya.
"Kita lihat saja nanti. Sebab kesannya mereka gak paham apa yang terjadi. Kesannya amatir," kata Fahri ketika dikonfirmasi wartawan, Jumat (24/1/2014).
Dia sudah mendengar kabar somasi itu dari sekretarisnya namun suratnya somasi ternyata belum diteken.
"Katanya suratnya belum diteken. Katanya ada 2 tempat tanda tangan yang ada tanda tangan hanya 1," kata Fahri.
Lanjut Fahri, surat itu diambil kembali karena belum lengkap tandatangannya. Diberitakan sebelumnya Tim Advokat dan Konsultan Hukum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan keluarga melayangkan surat undangan klarifikasi kepada Fahri Hamzah.
Surat tersebut dilayangkan terkait pernyataan Fahri Hamzah dalam sebuah media nasional yang terbit pada 15 Januari 2014. Dalam artikel yang berjudul 'Segera Periksa Ibas', Fahri mengatakan bahwa 'Dalam kasus Hambalang, sudah jelas banyak terdakwa yang menyebut Ibas menerima uang dari proyek tersebut, namun hingga kini, tidak ada pemanggila KPK'
"Perlu kami tegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada bukti pernyataan terdakwa yang mengatakan bahwa Ibas menerima dana dari proyek Hambalang. Bahkan saksi Yulianis dalam persidangan terdakwa Nazaruddin mengatakan bahwa dirinya tidak pernah memberikan uang kepada Ibas. Kami menanti klarifikasi atas tudingan ini hingga 27 Januari pekan depan," kata Ketua Tim Advokat dan Konsultan Hukum SBY dan Keluarga Palmer Situmorang di Restoran Meradelima, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2014).
Dikatakan Palmer bahwa isu tersebut menjadi perhatian SBY. Ia mensinyalir ada kekuatan atau upaya sekelompok orang untuk Ibas diperiksa. Seperti loyalis Anas Urbaningrum yang mengaitkan posisi Ibas ketika menjadi Steering Committee (SC) kongres Demokrat 2010 lalu dengan aliran dana Hambalang.
Pembelaan hukum yang dilakukan SBY atas berbagai tudingan terhadap dirinya dan keluarga merupakan hak konstitusional selaku warga negara Indonesia.
"Kritik dan fitnah itu sangat berbeda, fitnah berarti menyebarluaskan berita yang tidak benar tentang suatu fakta baik melalui tulisan maupun pernyataan di hadapan umum yang menyerang nama baik dan menciderai kehormatan seseorang. Dalam kapasitas ini, kami hadir untuk menuntut klarifikasi dan melakukan tindakan hukum yang diperlukan," ungkapnya.