Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggoro Widjojo, tersangka kasus korupsi proyek Sistem Komunikasi Terpadu (SKRT), Anggoro Widjojo, sekitar lima tahun berpindah-pindah tempat dan bersembunyi di luar negeri.
Tim kuasa hukumnya pernah menyarankan kakak kandung Anggodo Widjojo itu untuk kembali ke Indonesia untuk menyerahkan diri ke KPK. Namun, Anggoro tidak memberikan tanggapan yang pasti tentang saran itu.
"Bonaran pernah menyarankan ke dia, bilang ke dia, 'Bagusan lo pulang aja, hadapi aja daripada di luar negeri dicari-cari'. Pak Anggoro waktu itu responnya tidak menolak, tapi juga tidak mengiyakan. Tapi, dari raut wajahnya dia sebenarnya mau balik ke Indonesia," kata anggota tim kuasa hukum Anggoro, Thomson Situmeang.
Saran itu disampaikan Bonaran Situmeang saat pertemuan dengan Anggoro di Singapura dan Hongkong. Melalui telepon, Anggoro mengaku kepada Thomson bahwa dirinya bingung dan takut untuk kembali ke Indonesia karena pada saat berada di Singapura justru dijerat dengan kasus yang sama sekali ia rasa tidak terlibat.
Thomson menceritakan, KPK menjerat Anggoro dengan sangkaan melakukan penyuapan kepada anggota DPR dan pejabat Kemenhut untuk pemulusan kelanjutan proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Kemenhut 2007, pada 19 Juni 2009.
Anggoro kebingungan karena KPK menetapkannya menjadi tersangka dan melakukan pencegahan bepergian ke luar negeri justru saat berada di Singapura dan pasca-testimoni mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang menyebut keterlibatannya.
"Makanya dia bingung, dia bilang enggak ada sangkut-pautnya kok dicekal. Makanya dia enggak balik ke Indonesia," ujarnya.
Masih bingung dengan sangkaan yang dialamatkan kepadanya, Anggoro yang masih berada di luar negeri itu pun makin bingung karena masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) setelah dua kali mangkir dari jadwal pemeriksaan KPK.
Thomson membantah bila Anggoro disebut melarikan diri alias kabur dari proses hukum di KPK. Menurutnya, Anggoro saat itu hanya dalam keadaan bingung sekaligus ketakutan dengan apa yang dituduhkan kepadanya.
"Bukan kabur. Sebab, pada saat kantor PT Masaro dan rumahnya diobok-obok itu dia lagi di luar negeri untuk urusan bisnis. Dia pantau dari sana, tiba-tiba dia dicegah. Dia juga bilang ketakutan, 'Ada apa, kok jadinya begini'. Dia di sana menunggu perkembangan. Tapi, justru dia jadi tersangka dan DPO," ujar Thomson.
Menurut Thomson, hal yang manusiawi bila seorang Anggoro ketakutan dengan proses hukum yang harus dijalaninya di KPK.
"Dia curhatnya, gara-gara kena kasus ini, bisnis yang dibangunnya di Indonesia jadi hancur, ada ribuan karyawan PT Masaro di seluruh Indonesia pada dipecatin, aset-aset perusahaannya juga disita," paparnya.
Thomson pun meragukan kabar bahwa Anggoro melakukan operasi plastik pada wajah sehingga dirinya sulit terlacak KPK dan Interpol selam lima tahun pelarian.