TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Jaringan Poso masih bergerak dan terus melakukan pelatihan militer. Paling tidak terlihat dari kejadian saat pasukan gabungan Satuan Brimob Daerah Polda Sulawesi Tengah mengendus adanya tempat yang digunakan untuk latihan teror di Poso.
Kejadian awal itu berbuah aksi baku tembak antara kelompok terduga teroris dengan Satuan Brimob Daerah Polda Sulawesi Tengah terjadi di Desa Taunca, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Kamis (6/2/2014). Akibat kejadian tersebut satu orang anggota brimob dan satu orang terduga teroris tewas dalam peristiwa yang terjadi sekitar pukul 09.30 WITA tersebut.
Namun, menurut Noor Huda Ismail pengamat terorisme dan intelijen, aksi jaringan Poso dengan melakukan pelatihan tidak ada kaitannya dengan membikin teror selama tahun Politik. Khususnya meluncurkan teror saat Pemilu berlangsung.
Pasalnya, kalau menilik sejarah gerakan ini, pelaksanaan pemilu bukan target mereka. Tapi bisa jadi menyerang aparat yang mengamankan Pemilu itu sendiri.
Karena, sebenarnya aksi menyerang aparat untuk mengambil persenjataan masih menjadi target kegiatan Jaringan Poso.
"Menilik sejarah gerakan ini, pelaksanaan pemilu bukan target mereka. Tapi bisa jadi menyerang aparat yang mengamankan pemilu itu," ungkap Noor Huda kepada Tribunnews.com, Kamis (6/2/2014).
Lebih lanjut dia jelaskan, jaringan Poso mampu melakukan kegiatan pelatihan ini karena mendapatkan dukungan moral dari masyarakat lokal dan munculnya anak-anak muda di Jawa yang haus akan implementasi jihad nyata.
Selain itu, kekuatan kelompok teroris Poso itu sebenarnya jika dibandingkan dengan kekuatan Polisi di Poso tentu lebih kecil. Tapi gerakan mereka cair dan membaur dengan masyarakat. Jadi susah terdeteksi. Hal itu menjadi salah satu kendala tersendiri buat Polri.
Lebih lanjut kejadian ini pula mau memberikan pesan, bahwa jaringan Poso masih ada dan akan terus melakukan serangan utamanya kepada aparat kepolisian yang dianggap telah melakukan kedhaliman kepada kelompok mereka.