Tribunnews.com, JAKARTA - Pengamat Politik, Ray Rangkuti, menegaskan pernyataan KPU bahwa kampanye dan ajakan Golput adalah tindakan pidana dapat disebut 'teror' baru bagi warga Indonesia.
"Pikiran ini, nampaknya, didasarkan pada Pasal 292 dan 308 UU No 8/2012 yang pada intinya menyebut adanya tindakan sengaja menghilangkan hak memilih, penggunaan kekerasan, menghalang-halangi serta kegiatan yang mengganggu penggunaan hak pilih orang lain masuk dalam kategori pidana," kata Ray dalam keterangannya, Sabtu (8/2/2014).
Menurut dia jika secara cermat dua pasal itu dibaca, tak ada bunyi yang secara tegas menyatakn bahwa kampanye dan ajakan golput merupakan sebuah tindakan pidana.
"Dua pasal itu jelas mensaratkan adanya tindakan kekerasan, gangguan bagi pelaksanaan tahapan, serta upaya menghilangkan hak pilih orang lain dengan cara yang mengakibatkn gugurnya sarat pemilih," kata dia.
Tentu saja menurut Ray ada persoalan defenisi dalam hal ini.
"Pertama, golput sendiri sejauh ini dinyatakan tidak haram dalam pemilu Indonesia. Maka tindakan yang tidak dilarang sejatinya tidak menimbulkan efek hukum pidana," ujarnya.
Hal kedua, menurut Ray, makna kampanye dan ajakan adalah upaya mempengaruhi orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan cara persuasi.
Dari dua hal ini Ray mengatakan terlihat tidak memenuhi kategori dua pasal yang dimaksud.
"Jelas kampanye golput tidak sampai kepada situasi menghilangkan hak pilih seseorang, dan pasti bukan juga suatu tindakan kekerasan, ancaman, apalagi sampai derajat menganggu ketertiban penyelenggaraan pemilu atau negara," katanya.
Oleh karena itu, kata Ray, memaknai dua pasal itu lalu mengkategorikan kampanye atau ajakan golput sebagai kriminal seperti meneror demokrasi yang sudah dengan sukses kita bina selama 14 tahun terakhir.
"Pada tingkat tertentu ajakan golput telah menjadi gerakan politik yang dapat menarik kembali penyelewengan makna dan tujuan pemilu ke arah yang sama-sama kita inginkan," kata dia.
(aco)