News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sidarto: Pembangunan Pusat-Daerah Harus Terintegrasi

Penulis: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidarto Danusubroto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto mengatakan selama tujuh bulan memimpin MPR RI, masyarakat mengakui merasa kehilangan dengan apa yang disebut garis-garis besar haluan negara (GBHN), karena tata negara semrawut ditambah lagi banyaknya korupsi.

Dia pun mendukung langkah MPR RI dalam merumuskan kajian konstitusi untuk menata kembali ketatanegaraan, yang selama ini dinilai semrawut. Misalnya program pembangunan yang dijalankan oleh Presiden RI, seharusnya tak sebatas RPJP dan RPJM, melainkan program itu harus dirumuskan bersama dengan MPR RI. Apakah nama rumusan itu dinamai GBHN atau yang lain. Namun dia berharap amandemen yang akan dilakukan tidak kebablasan.

“Amandemen oleh MPR RI sendiri dilakukan dengan kebablasan, seperti Pilkada yang justru melahirkan raja-raja kecil di daerah. undang-undang yang dibahas oleh 560 anggota MPR RI pun akhirnya bisa dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang hanya berjumlah 9 orang, dan lain-lain,” ujar Sidarto Danusubroto pada dialog kenegaraan ‘Memperkuat Lembaga MPR RI’ di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (10/2/2014).

Menurutnya, program pembangunan pusat dan daerah juga harus berpijak dan terintegrasi pada rumusan tata negara yang dibahas oleh MPR RI itu. "Jadi, semua program pembangunan tidak boleh keluar dari rumusan MPR RI. tak boleh kepala daerah membuat aturan sendiri, dan apalagi bertentangan dengan konstitusi,” katanya.

Politisi PDIP itu berharap presiden dan kepala daerah ke depan harus mempunyai visi dan misi pembangunan yang sejalan dengan konstitusi, rumusan tata negara MPR RI (GBHN), atau RPJM, sehingga program pembangunan itu tidak berubah setiap pergantian kepemimpinan nasional, atau setiap lima tahun sekali. "Melainkan pembangunan itu berkelanjutan sampai 25 tahun ke depan dan seterusnya,” katanya.

Itulah kata Sidarto, yang dinamai sebagai amandemen yang dilakukan secara terintegrated, terintegrasi antara pemerintah pusat dan daerah. “Maka daerah tak bisa seenaknya menjual aset negara ke asing atau swasta, tanpa persetujuan pemeirntah pusat dalam hal menyangkut kekayaan alam dan lain-lain yang strategis untuk kemakmuran rakyat,” ujarnya.

Sementara anggota MPR RI FPPP Ahmad Yani mengusulkan perlunya MPR RI membuat rumusan bersama, yang akan diputuskan dalam paripurna DPR RI, selain untuk pegangan bagi presiden terpilih 2014, juga untuk semua lembaga negara seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), DPR dan DPD RI sendiri melaporkan kinerjanya kepada MPR RI.

“Jadi, presiden tetap harus mempertanggung jawabkan dan atau melaporkan kinerjanya ke MPR RI dalam setiap setahun sekali. Demikian pula lembaga negara yang lain tersebut, sebab selama ini mereka tidak ada yang mengontrol,” tegas anggota Komisi III DPR RI FPPP Ahmad Yani.

Menurut Yani, sesungguhnya dalam hal kewenangan MPR RI tetap sebagai lembaga tertinggi negara, karena hanya MPR RI yang berhak melakukan perubahan atau amandemen konstitusi, dan melantik-mengambil sumpah presiden dan wakil presiden terpilih setiap lima tahun.

“Hanya saja, presiden mendatang harus tetap memiliki pegangan rumusan program pembangunan yang sedang disusun oleh tim kajian MPR RI, agar tidak menyimpang dari konstitusi,” ujarnya.

Bahkan lanjut Yani, MPR RI sebagai lembaga negara yang menjadi ‘penyelesain akhir dari konflik-konflil lembaga negara, dan termasuk memberikan izin kepada MK ketika akan mengadili presiden dan wapres yang dianggap telah melanggar konstitusi, atau putusan lain yang bersifat final dan mengikat itu,”  katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini